“Derif
kamu masih sama si Ica ?” tanya ibuku.
“Kan udah lama putus Bu” jawabku
“Pacaran kok putus lagi, putus lagi”
Aku
tak menjawabnya. Dari pada pertanyaannya makin menjauh, ku pilih pergi
meninggalkan ibu di ruang tamu. Aku masuk ruang kamar, gara-gara ibu bertanya
seperti itu aku kembali terngingat kepada Ica. Ica adalah orang yang pernah aku
cintai.
Di kamar aku mencoba melupakan
pertanyaan ibu tentang hubungan aku dengan Ica. Memang saat ini aku sudah putus
dengan Ica dan aku belum mendapatkan pacar baru pengganti Ica. Aku duduk di
meja belajar ku tenangkan pikiran. Ketika kita menenangkan pikiran, kita
mencoba tenang namun saat pikiran itu tenang sadar atau tidak kita akan
memikirkan hal yang tidak ingin kita pikirkan. Aku tidak ingin memikirkan Ica
yang mungkin dia kini telah bahagia dengan pacar barunya namun kerena
pertanyaan ibu tentang Ica, aku kembali mengingat dia.
Ku lihat buku yang tertata rapih di
meja belajar, buku yang sudah lama tidak aku baca. Aku mengambil buku Pengkajian Puisi dengan cover berwarna
merah karya Rachmat Djoko Pradopo. Ku buka buku itu, aku mulai membacanya dan
aku baru sadar di lembar terakhir buku Pengkajian
Puisi ada catatan aku untuk Ica. Aku semakin teringat akan Ica.
Aku ingat ketika waktu PDKTdengan
Ica, Ica pernah pinjam buku ini. Saat itu Ica sms “Rif, kamu kan anak bahasa
Indonesia, punya buku tentang puisi gak ?”
“Ada, emang buat apa ? kamu kan anak
Ekonomi” jawabku
“Cuma pengen baca-baca aja. Boleh
pinjem gak ?”
“Boleh, boleh” jawabku sambil
kegirangan karena aku sedang jatuh cinta sama dia.
Aku memperhatikan Ica sejak semester
1. Aku kenal dengan Ica di kenalkan oleh Apip. Kita sempat akrab meski hanya
lewat dunia maya dan handphone saja. Waktu itu, meski pun kita akrab aku belum
tau wujud Ica seperti apa dan Ica pun belum tau penampakan aku seperti apa.
Walau aku dan Ica belum pernah
bertemu namun aku merasa ada damai yang aku rasakan, tiap aku sms Ica pasti
membalasnya. Sampai akhirnya Ica minta foto aku di pajang di Facebook. Aku
berpikir “bagus ternyata Ica penasaran
dengan aku” tanpa pikir panjang aku upload foto aku yang paling tampan,
ganteng, kece. Sebelum aku upload, aku meminta saran dulu kepada Apip tentang
foto mana yang harus aku upload.
“foto aku yang ini keren gak ?”
tanyaku sambil menunjukan foto yang akan di upload.
“Ini foto keren apa foto orang
Madura sedang jualan sate ?” jawabnya
Memang sih foto itu aku sedang
memakai celana pendek berwarna hijau dan kaos belang-belang khas orang Madura.
“Ahh terus yang mana ?” ucapku.
“Gini aja cari foto yang macho
karena cewek suka sama cowok yang macho” jawab Apip
“Ya udah oke nanti aku cari dulu”
Aku cari foto aku yang paling tampan
dan macho karena kata Apip “cewek suka
sama cowok yang macho”. Pikirku maco itu seperti cowok keren dengan jenggot
dan badan yang kekar serta jarang tersenyum persis seperti Ariel Noah tapi pas
liat penampakanku, aku malah lebih mirip stand mic-nya Ariel.
Setelah dicari, aku dapatkan foto
aku yang paling keren, yang paling ganteng dan yang paling kece dengan rambut
yang agak gondrong dan senyum yang kepeksa seperti foto-foto anak alay.
“Ini satu-satunya foto wajah aku
yang paling ganteng” ucapku.
“Apaan nih kok rambutnya kayak tikus
kena air” jawab Apip.
Hening
Aku pulang ke rumah dan bertemu
dengan Ibu. Kita sempat berbicara sebentar.
“Rambut kamu tuh dipotong udah kayak
tikus nyebur ke air” ucap Ibuku
Bagaimana rasanya ketika orang tua
kita sendiri bilang kalau rambut kita mirip tikus nyebur ke air. Sesaat aku
ingin menjawab “Ini faktor turunan bu”
tapi nanti aku takut dikutuk jadi tikus beneran akhirnya aku cuma bilang “Iya
nanti aku potong”
Demi Ica, aku potong rambut yang
katanya mirip tikus nyebur ke air ini. Aku potong rambut ini dengan gaya rambut
paling simpel: potong rapih. Setelah
dipotong rambutnya, aku pikir “ini saat yang tepat untuk foto (lagi)”. Aku lihat wajahku di foto dengan
model rambut baru tapi gaya lama, “Aah foto ini agak mendingan terbantu oleh
gaya rambut baru, sekarang rambut aku udah kayak tikus masuk ke air yang agak
rapih dikit”
Aku langsung memberikan kabar
gembira ini ke Apip.
“Ini foto aku yang baru”. Ucapku
“Tetep sih gak ada bedanya tapi ya
udah berdoa aja mudah-mudahan Ica suka”
“Hmmmm”
Foto itu aku upload ke facebook dan
mengabarinya kepada Ica bahwa ada kabar gembira yang akan membuatnya tercengang
dan tak percaya ini.
“Foto aku udah aku upload ke
facebook nanti tinggal liat saja” pesanku kepeda Ica
“Oke, aku jadi penasaran” jawab Ica
di ujung sana.
Setelah mendapatkan jawaban pesan
Ica seperti itu dalam hati aku berkata “Yessssss
!!!! kau pasti tidak akan percaya kalau aku setampan itu” dengan ketawa
sinis mirip di sinetron-sinetron bergendre drama yang diikuti dengan camera
yang di zoom.
Aku masih menunggu kabar dari Ica namun
Ica tak mengabarinya juga.
Satu hari tak ada kabar
Dua hari tak ada kabar
Sampai satu minggu tak ada kabarnya
juga.
Aku buka facebook lagi berharap dia
berkomentar di foto yang aku upload itu. Ada satu komentar berharap itu Ica
namun salah dugaanku, yang berkomentar di foto yang aku upload adalah cewek
nick name facebook-nya Cewxs Chantik
CellaluChayangkamoe dia bilang “Aneh
fotonya”
Aku lihat foto yang aku upload,
tidak ada yang aneh di foto itu, mukaku yang (kata ibu tetep) ganteng hanya di foto yang aku upload bentuknya
terbalik, kepalanya di bawah karena waktu itu aku tidak tau cara membalikannya.
Aku tak peduli dengan komentar pemilik akun facebook Cewxs Chantik CellaluChayangkamoe.
Aku
masih setia menunggu Ica untuk berkomentar di foto yang aku upload itu namun
saat itu juga aku tersadar Ica tidak pernah berkomentar di foto itu, foto yang
sengaja aku upload sesuai dengan permintaan dia.
Satu jam berlalu, tak
ada komentar dari ica.
Dua jam berlalu, masih tak ada
komentar.
Malam itu, tak ada komentar dari
Ica.
Aku ingat, ketika aku menyatakan
perasaanku kepada Ica dan Ica menolaknya. Waktu itu malam minggu, aku
memberanikan diri untuk bilang bahwa “aku
cinta kamu” sederhana namun mental harus siap.
Ketika
menyatakan perasaan yang dibutuhkan itu cuma dua: 1) mental; dan 2) tissue. Dan
cintaku ditolak, untung aku sudah menyiapkan tissue jadi aku bisa menangis puas
semalaman.
Lagu
Fall For You milik Secondhand Serenade yang sengaja menjadi nada pesan hand
phone membangunkan lamunanku. Ku buka pesan masuk itu.
“Besok
latihan, bawain lagu Lepaskan Diriku milik J-Rock. Kamu hapalin lagunya”
Pesan
itu dikirim oleh Raden. Dia adalah temanku dari semester pertama sampai saat
ini.
“Oke”
jawabku yang dikirim lewat pesan singkat.
Aku
mengikuti saran dari Raden, yaitu menghapalkan lagu yang besok akan aku
bawakan. Aku searching lirik lagu
Lepaskan Diriku di google, setelah aku mendaptkan lirik lagu tersebut, aku
tidak sengaja membuka history facebook
dan ketika masuk ternyata link itu
berisi foto-foto Ica sedang membawa boneka Teddy Bear berwarna coklat yang aku
berikan sebagai kado ulang tahun dia ke 22 yang masih lengkap dengan bungkus
kado berwarna pink dengan ornamen bunga dan pita yang masih menempel di kado
yang membuat kadonya jadi semakin cantik.
Ketika
melihat foto boneka Teddy Bear itu, waktu seakan kembali lagi. Kembali ke waktu
saat ulang tahun Ica, saat aku memberikan kado untuk Ica bahkan saat aku
mencari kado yang pas untuk Ica.
Aku
ingat, ketika membeli kado boneka Teddy Bear, aku ditertawakan oleh mbak-mbak
penjual boneka. Aku ingat alasan aku membeli boneka Teddy Bear itu karena aku
pernah berjanji kepada Ica suatu saat aku akan membelikannya boneka Teddy Bear
dan moment ulang tahun adalah moment yang pas untuk merubah janji menjadi
bukti.
Semakin
lama, aku semakin bernostalgia dengan mantan. Ingatanku makin dipacu untuk
kembali ke 2 sampai 3 tahun yang lalu.
Aku
ingat ketika pacaran dengan Ica, aku belum pernah diajak main ke rumahnya
dengan alasan “Dia belum boleh pacaran”
dan selayaknya orang pacaran: saling
percaya, maka aku percaya dengan alasan yang dia ucapkan itu.
Aku
ingat, ketika marah-marahan dengan Ica. Marah-marahan dengan pasangan menjadi
hal yang lucu untuk aku ingat. Ketika marah kita cuma diam dan ketika baikan
aku dan Ica berkata “Ini salah aku bukan
salah kamu”, aku tidak menyalahkan dia dan dia pun tidak menyalahkan aku
tapi kita menyalahkan diri kita sendiri. Ketika sudah baikan kita berkomitmen
untuk tidak marah-marahan karena masalah yang sama.
Aku
ingat ketika dia memutuskan untuk pergi dari hidup aku dan memilih hati yang
lain untuk tempat bersinggahnya.
Aku
ingat, waktu itu hari jumat, dia berkata “Aku jenuh sama kamu” dia menatapku
dengan serius, dan melanjutkan ucapannya “mending kita putus dari pada nanti
kita makin sakit”.
Aku
cuma bisa diam dan menundukan kepala. Ketika dia berkata seperti itu aku merasa
gagal untuk membahagiakan dia karena tak ada perasaan lain selain dia merasa
jenuh.
Aku
ingat kalimat terakhir yang Ica ucapkan kepadaku setelah prosesi pemutusan
cinta itu selesai “Jaga diri kamu Rif”. Dan tetap aku cuma bisa terdiam.
Saat
itu aku merasa bahwa aku adalah orang yang disalahkan dalam gagalnya sebuah
hubungan cinta antara aku dan dia. Tidak ada alasan lain selain “Jenuh”. Ya Jenuh.
Waktu
menunjukan pukul 02.45 WIB. Mengingat nanti siang aku ada acara dengan Raden
dan hari pun sudah pagi, aku bersiap-siap untuk beristirahat. Aku langsung
menutup laptop, ku rapihkan tempat tidur dan nostalgia ini sudah selesai. Ku
pejamkan mata dan berharap dia tidak datang ke kehidupannku lagi bahkan dalam
mimpi sekali pun.
Follow Twitter @Gumilar_
Facebook : eriefgilaraquino@rocketmail.com
Karya Derif Rys Gumilar
Facebook : eriefgilaraquino@rocketmail.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar