Kuliah
adalah impian semua orang termasuk aku. Setelah lulus SMA, aku melanjutkan
kuliah di Universitas Swadaya Gunung Jati Cirebon. Aku merasa senang namun aku
juga merasa khawatir terlebih aku termasuk orang yang susah untuk bergaul
dengan lingkungan baru. Semua ketakutan itu muncul mulai dari teman-teman yang
belum aku kenal sampai ke ospek. Seperti berita-berita di televisi, dimana
ospek adalah tempat balas dendam dari senior-senior yang telah di ospek di
tahun-tahun sebelum aku masuk dan sekarang giliran mereka yang telah di ospek
kini meng-ospek aku.
“Udah tenang aja” Kata bapakku
“Sekarang bapak antar kamu daftar kuliahnya”
“Iya pak.” Jawab aku dengan pasrah.
“Kamu mau masuk fakultas apa ?
Jurusan apa ? bapak mah terserah kamu, kan kamu yang mau kuliah”
“Aku mah maunya di jurusan
komunikasi”
“Jangan. masih mending ke fakultas
Pendidikan aja di jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia biar nanti
kamu jadi guru.”
“Katanya terserah aku pak ?”
“Kecuali yang ini bapak yang
menentukan.” Jawab bapak dengan agak nyolot.
Gila pendidikan, apa yang akan aku
pelajari apalagi jenjangnya jadi guru. Aku nanti jadi guru ? guru macam apa
yang kaya aku ini nanti yang ada bukannya aku marahin murid yang bersalah tapi
aku yang selalu dimarahin mereka.
“Kamu kuliah apa kerja ?” tanya Yogi
temen sewaktu SMA.
“Kuliah Yog.”
“Ambilnya apa ?”
Aku diam, aku gak tau mau jawab apa
karena aku juga belum yakin dengan jurusan yang dipilih bapakku itu.
“Hey ditanya juga” Saut Yogi.
“AMBIL APA AJA YANG PENTING GAK
AMBIL KOMPUTER NANTI DISANGKA MALING TERUS MASUK PENJARA”
Yogi adalah teman baik aku sejak
SMA. Dia orangnya baik meski pun sering meledekku dengan kata-kata ‘aahh dasar
fakir asmara, jomblo menderita’. Ya dia tahu semua tentang aku dan dia juga
tahu kalau aku gak punya pasangan, itu yang sangat menyedihkan.
Suatu waktu aku ngobrol dengan Yogi
ketika jam istirahat di depan sekolah.
“Brow loe gak punya cewek ?” tanya
dia.
“Iya”
“loe harus cari cewek. Ucap Yogi
dengan sok serius “ketika loe udah punya cewek itu berarti loe udah gede dan
itu tandanya loe normal.”
“emang gitu ?” jawabku gak peduli
dengan pernyataan dia.
“Udah brow cepet sekarang cari
cewek.”
“Iya nanti juga kalau udah waktunya
gue juga bakal punya cewek”
Aku salut sama Yogi, dia gampang
banget dapet cewek terlebih dia punya fisik yang keren, kulitnya putih, tinggi,
badanya gak kurus sedangkan aku, penampakan fisik aku aja gak harmonis, kayanya
itu yang membuat aku susah dapet pacar.
Yogi
punya pacar lebih dari satu, keren sih tapi gara-gara dia juga para jomblo
abadi seperti aku makin susah dapet pasanagan karena dia mengambil yang bukan
hak dia.
“Liat
nih foto cewek gue cantik gak ?” tanya Yogi
Aku
liat fotonya, ku perhatikan. Dalam hati ku berkata, Gila ini mah bukan cantik
lagi. Tinggi, hindungnya mancung, kulitnya putih, rambutnya terurai hitam dan
lebat. Ini udah kayak bidadari tapi gak bersayap.
“Biasa
aja.” Jawabku seolah gak peduli padahal Woooow banget.
“Oh
iya lupa loe kan gak punya cewek jadi loe gak tau tentang cewek.”
“Hmmmm”
Kembali
lagi ke masalah kuliah. Aku sebenarnya berat menerima kenyataan bahwa aku harus
masuk ke fakultas pendidikan tapi apa daya itu kemauan orang tuaku. Ingin
menolak tapi aku tak bisa. Di ruang tv, ketika aku berkumpul dengan keluargaku
aku sempet ngobrol dengan mereka.
“Pak,
Bu aku kerja aja deh jangan kuliah lagi.” Tanyaku memelas.
“Laah
kenapa ?” jawab ibu “kamu mau kerja, kerja dimana?”
“Yaa
dimana aja. Aku gak mau masuk Fakultas Pendidikan.”
“Udah
coba aja dulu.” Jawab ibuku.
“Tapi
kan” jawabku sambil melihat ibuku yang melotot “Ya udah di coba dulu”
Pasrah.
Aku
pernah menolak permintaan orang tuaku ketika lulus SMP dan aku meminta
melanjutkan ke SMK tapi mereka meminta aku masuk ke SMA, aku menolak dan mereka
berkata dengan santai “Kamu mau kaya Malin Kundang ?”. (seolah memaksa).
Hening.
Di
dalam kamar, aku merenung, terdiam dan mencoba berpikir tenang. Mungkin benar
kata orang tuaku, mereka pasti telah merencanakan segala hal di masa yang akan
datang untukku. Tapi apa rencananya ????. Rancana baik ? baik untuk mereka atau
baik buat aku ?
Hari
terus berganti, siang berubah menjadi malam dan malam berubah menjadi pagi dan
terus menerus seperti itu sampai akhirnya aku daftar kuliah dan masuk fakultas
pendidikan tepatnya di pendidikan bahasa dan satra Indonesia.
“Mau
ambil fakultas apa mas ?” Tanya mbak-mbak di stand pendaftaran.
“Pendidikan”
ku jawab dengan setengah hati
“Jurusan
?”
“Bahasa
dan sastra Indonesia”
“Kenapa
ambil jurusan bahasa Indonesia mas ?” tanya mbak itu seolah aku tak yakin
dengan pilihanku. Padahal memang aku tak yakin jangankan untuk memilih jurusan
untuk urusan cinta saja aku tak yakin bakal cepet dapat pacar, mungkin aku akan
dapat pacar nanti ketika semua orang udah dapat pasangan dan tinggal tersisa
satu perempuan dan perempuan itu pun terpaksa memilih aku karena sudah tidak
ada pilihan lain selain aku. Ironis.
“Karena
aku cinta Indonesia” jawabku seolah paham sebenarnya karena gak ada alasan
lain.
Masa
libur setelah selesai sekolah dan menunggu kuliah masuk lumayan lama. Aku
gunakan waktu libur itu untuk mempersiapkan diri sebagai bekal kuliah nanti
salah satunya menghilangkan sedikit rasa malu untuk berbicara di depan orang
yang belum aku kenal.
Kadang
aku merasa capek belajar di pendidikan formal terus dari mulai TK, SD, SMP, SMA
dan sekarang siap melanjutkan di Kuliah dan itu memakan waktu 4-5 tahun dan
pasti gak jauh dari buku. Aku sadar, ketika kita menginginkan sesuatu yang
terpenting itu prosesnya dan butuh waktu lama untuk menjalani prosesnya itu.
Di
waktu yang kosong aku biasa bermain di warung, nama warungnya Warung Babeh. Warung Babeh adalah tempat
anak-anak SMA nongkrong, tempatnya di depan SMA PGRI Palimanan. Ya itu nama
sekolah waktu aku SMA jadi aku sudah terbias main di warung itu. Untuk melepas
sepi, cari teman, liat cewek dan liat orang pacaran disanalah tempatnya dan aku
mereasa miris karena aku gak punya pacar.
Hari
itu aku bertemu dengan Yogi. Kita sekarang main di warung Babeh sudah tak
memakai pakaian seragam lagi.
“Wiiih”
ucap Yogi “loe keliatannya gede Rif pake pakaian biasa mah”
Aku
memang kecil dan kurus jadi kalau pake pakaian SMA, kayak anak SD pake baju
SMA.
“Iya”
jawabku datar.
Hening
sesaat dan Yogi orangnya yang sok asik, dia langsung memberitahukan masalah
kuliahnya padahal aku tak bertanya.
“Gue
kuliah di Unswagati brow, ambilnya pendidikan ekonomi”
“iya”
jawabku “Sama gue juga di sana”
“Berarti
kita bakal bareng lagi brow”
“Iya
semoga” jawabku tak peduli.
Hari
untuk berangkat kuliah dan itu berarti aku akan menjadi mahasiswa sudah semakin
dekat, aku semakin setres memikirkannya ditambah lagi hari itu aku berangkat ke
kampus untuk daftar Mabim dan aku tambah setres karena bentar lagi akan
diadakan ospek untuk mahasiswa baru.
Aku
berangkat ke kampus untuk daftar Mabim naik motor Honda Grand tahun 97, dengan
helmt yang tidak berkaca serta seher
mesin yang sudah harus di ganti (namun belum diganti) yang mengakibatkan
kenalpot motor menjadi berasap sehingga setiap jalan udah kayak orang jualan
sate naik motor namun asapnya membuat perut mual.
Sesampainya
di kampus terdapat beberapa mahasiswa yang sedang daftar Mabim juga, banyak
mahasiswa yang berlalu lalang, banyak motor dan mobil berjejer rapih di
parkiran dan ketika ku lihat motorku sangat miris sekali kayaknya aku salah
nyimpen motor harusnya ku simpan di tempat
loakan (Orang jual barang bekas).
“Namanya
siapa ?” Tanya orang di stand pendaftaran Mabim.
“Derif
Rys Gumilar”. Jawabku datar.
“Jurusan
apa ?”
“FKIP
Bahasa dan Sastra Indonesia”.
Orang
itu lalu mendata kemudian memberikan kertas putih yang dibalut dalam amplop
berwarna coklat.
“Ya
udah” kata orang yang aku gak tau namanya “Nanti hari senin berangkat pakai
baju hitam putih bawa persyaratannya seperti yang ada di kertas itu”
“Iya”
Jawabku sok cool, biar kayak mahasiswa
beneran padahal aku menahan malu.
Selesai
daftar Mabim aku duduk di tangga kampus. Aku duduk berharap seperti di
sinetron-sinetron Indonesia yang pernah aku lihat dimana ada cowok lagi duduk
dan tiba-tiba ada segrombolan cewek-cewek alay menyapanya dan aku ingin seperti
itu namun setelah kurang lebih satu jam aku duduk dan tetap tidak ada cewek
bahkan cowok pun tidak ada yang menghampiriku, ironis memang.
Aku
pulang dari kampus. Sesampainya di rumah, aku mempersiapkan
persyaratan-persyaratan untuk ospek.
“Bu”
Tanyaku dengan muka sok sibuk “ada baju putih kan ?”
“Ada”
Jawab ibuku “untuk apa?”
“Untuk
ospek bu, aku di suruh pake seragam hitam putih”
“Oh”
jawab ibu
Syukurlah
ibu mengerti maksudku.
“Berarti
tadi ibu ke pasar ada yang ospek juga ya ?” sambut ibuku.
“Kok
yang ospek di pasar ?”
“Itu
tadi ada cowok dan cewek pake seragam hitam putih di pasar” jawab ibu sambil
menyakinan aku bahwa yang di pasar itu orang yang sedang ospek “kayaknya mereka
ambil jurusan listrik deh soalnya mereka bawa barang-barang elektronik loh Dey,
banyak banget barang-barang yang mereka bawa.”
Hening.
Aku membayangkan jika para Sales
(kata ibu : orang ospek jurusan listrik yang di pasar) itu membawa barang
elektronik. Naaah, aku yang masuk fakutas keguruan dan ilmu pendidikan nanti
aku akan bawa bangku sekolah, papan tulis, spidol atau sekalian aku bawa
sekolahan ke kampus.
Ibu memang seperti itu orangnya.
Kadang sok tau, mendramatisir sesuatu karena sering nonton sinetron, kadang
juga mengalah. mengalahnya ibu itu adalah senjata utamanya agar kemauannya
dituruti oleh anak-anaknya, salah satu anaknya adalah aku. Waktu itu ibu pernah
menggunakan senjata utamanya kepadaku.
“Dey nanti anter ibu belanja yaa
buat acara ulang tahun Indy.”
Indy adalah adikku yang ke dua, dia
akan genap berumur 3 tahun.
. “Gak bisa bu” jawabku “hari ini ada
janji sama temen.”
“Oh ya udah gak apa-apa.”
“Iya.” Jawabku datar, gak peduli.
“Oh iya Dey nanti kamu mandi, makan
dan tidur di rumah temen kamu aja.”
“Laah kenapa kok gitu bu ?”
“Kan kamu lebih mementingkan temen
kamu dari pada ibu.”
Aku bersimpuh dan menangis. Ibu
ampuni aku.
Dalam keluargaku, semuanya memanggil
aku dengan sebutan Dey semua itu gara-gara ibu juga. Ibu bilang “ibu menggil
kamu Dey aja jangan Rif lagi biar beda dengan yang lain.”
Atas bantuan Ibuku, persiapan
mencari persyaratan untuk ospek pun hari itu selesai juga. Sekarang, tinggal
mempersiapkan diri untuk ikhlas dalam mengikuti ospek yang akan dimulai besok.
Aku bergegas untuk istirahat. Aku
masuk ke kamar tidur untuk memejamkan mata. Aku terbaring sambil memeluk
guling, tak lupa alarm di nyalakan untuk membangunkanku di kala senja mulai
menyapa.
Pagi sudah datang.
“Kriiing Kriiiing” bunyi alarm
Aku tak peduli.
“Kriiing”
Makin tak peduli. Ku lihat jam dan
cuma bilang “Oh” terus tudur lagi.
Bangun-bangun ternyata sudah jam 8
pagi sementara ospek dimulai jam 05.30 pagi. Aku terlambat. Aku pusing
memikirkannya antara berangkat atau tidak. Namun, dengan bijak ku pilih tidak
berangkat. Sore hari aku dapat kabar katanya kalau tidak berangkat besok akan
dapat hukuman. Aku makin pusing, dengan tenang aku mencoba berpikir jernih
namun aku tambah makin pusing.
Hari kedua, aku tidak ikut ospek
karena takut di hukum gara-gara kemarin tidak berangkat.
Hari ketiga, aku tidak ikut ospek
lagi karena hari kedua aku tidak berangkat.
Hari keempat, aku tidak ikut ospek
lagi karena hari ketiga aku tidak berangkat.
Dan
seterusnya hingga akhirnya aku tidak ikut ospek selama satu minggu. Aku tenang
karena hukuman gara-gara tidak ikut ospek telah hilang, aku bebas.
“Brow” kata Yogi “Yang gak ikut ospek nanti akan
dikumpulkan dan dapat hukuman dari pihak kampus.”
“Oya ?” jawabku santai
dengan tatapan sok cool.
Padahal aku setres memikirkan pernyataan dari Yogi.
Aku tidak pusing tapi aku jadi gila, gila gara-gara tidak ikut ospek.
Hari pertama kuliah aku berangkat naik mobil metro
mini. Dalam mobil yang lumayan sempit karena berdesak-desakan dengan penumpang
yang lain ditambah aroma parfum para penumpang yang bercampur menjadi satu
aroma baru yang membuat perut jadi mual. Sesekali penumpang turun dari metro
mini namun tidak lama berganti dengan penumpang baru.
Sesampainya di kampus, ku pelankan langkah kakiku.
Gila, di kampus sudah ramai, terdapat wajah-wajah yang tak ku kenal. Semua
jenis wajah ku lihat berserakan, mulai dari yang cantik, ganteng, lumayan,
sampai kaya mukaku yang belum memenuhi standar nasional Indonesia.
Di depan mushola kampus, ku duduk seperti orang yang
nyasar. Tengok kanan kiri dengan mata kosong, ku mencari ruangan dimana ruangan
itu akan menjadi kelasku.
Biasanya ketika kita terdampar di lingkungan yang
baru, kita akan menemukan orang yang sedang terdampar juga yang belum memiliki
teman, seperti aku.
Aku masih duduk sendirian tiba-tiba datanglah
sesosok laki-laki botak yang tak ku kenal.
“Mas” ucap dia sambil
menjulurkan tanggannya untuk bersalaman “ambil jurusan apa?”
“Pendidikan Bahasa dan
Sastra Indonesia” Jawabku sok akrab. “Lo ambil jurusan apa?” sambutku.
“Pendidikan
Matematika.”
Pantesan laki-laki itu rambutnya botak mungkin
karena kebanyakan memikirkan rumus-rumus matematika. Sedangkan rumus-rumus yang
aku tau hanya: kenalan, janjian buat ketemuan, jalan, jadian, marah-marahan,
diselingkuhin, dan akhirnya putus.
“Waktu ospek ikut gak ?” tanya laki-laki misterius
itu.
“Ikut dong” jawabku membohongi dia dengan penuh
keyakinan.
Dia bercerita tentang kejadian-kejadian di saat
ospek dan aku menghargai cerita dia, ku coba tertawa terpaksa “haaaa”.
Sampai saat ini aku belum kenal siapakah nama
laki-laki misterius itu.
Mendengarkan dia bercerita tentang kejadian waktu
ospek, aku teringat akan pernyataan Yogi tentang hukuman bagi yang tidak
mengikuti ospek. Aku semakin stres memikirkannya, terlebih sekarang aku sedang
berada di kampus tapi setelah berjam-jam aku merasa takut terkena hukuman, yang
selalu melekat di pikiranku, untungnya ada mahasiswa senior yang berkata
kepadaku bahwa hukuman itu hanya gertakan dari kakak tingkat saja.
Semuanya berjalan lancar tanpa halangan. Pusing dan
stres gara-gara memikirkan tidak ikut ospek kini hilang seketika. Sekarang
rasanya sudah seperti ibu-ibu yang selama sembilan bulan mengandung kemudian
melahirkan, ploooong banget.
Setelah aku mencari-cari kelas apa yang bersedia
menampung saya selama kuliah, akhirnya ku temukan namaku terdaftar di kelas G.
Aku bersimpuh dan sujud syukur, Allhamdulilah
ternyata aku dianggap juga di kampus meski tidak ikut ospek. Sekarang aku fokus
ke Kelas G yang akan menjadi kelasku selama kuliah.
Kisah baru siap dimulai.
Ketika kita berada di lingkungan baru kita juga akan
mendapatkan kisah baru yang tak pernah kita tau sebelumnya. Mungkin kisah yang
baru akan berbeda dengan kisah-kisah sebelumnya yang kini telah menjadi
kenangan. Kenangan yang mungkin akan dilupakan. Dan kenangan di waktu yang lalu
apakah dengan mudah akan kita lupakan saat kita sudah mendapatkan kisah baru ?
Follow Twitter @Gumilar_
Facebook : eriefgilaraquino@rocketmail.com
Karya Derif Rys Gumilar
Facebook : eriefgilaraquino@rocketmail.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar