“Di lautan rindumu yang tak bertepi, aku ingin
berlabuh di sana, selamanya. Semoga aku yang akan selalu kau rindukan seperti
aku yang selalu merindukanmu, Dwi”.
Kau
belum membalas suratku, Dwi. Sudah 2 bulan kalau tak salah.
Oke
tidak masalah.
Aku
lanjutkan tulisanku tentangmu Dwi yang selalu tak pernah kau balas.
Sebenarnya,
aku sendiri heran mengapa selama ini aku bisa panjang lebar menulis semua hal
tentangmu Dwi. Padahal dulu-dulu aku tak pernah menulis tentang seseorang yang
ada di dunia nyata dalam bentuk surat pula. Aku tak punya kecerdasan yang cukup
untuk menuangkan perasaan-perasaanku melalui tulisan.
Bahasa
yang kau isyaratkan melalui senyuman tulusmu itu yang membangkitkan aku untuk menulis. Tak henti-hentinya aku mengingat
dirimu, aku membayangkan sosokmu menemaniku tiap aku menulis. Kau tau hampir
setiap seminggu sekali aku kirimkan surat kepadamu, satu minggu satu surat.
Setiap hari aku menulis surat untukmu Dwi agar surat itu mampu aku kirimkan
tepat di hari minggu, artinya setiap hari aku tak henti membayangkanmu. Aku
merindukanmu, maka aku curahkan
kerinduanku ini melalui tulisan. Lucu ya jadi aku, setiap hari merindukan
seseorang yang dia sendiri tak pernah dirindukan oleh orang itu. Dan orang itu
adalah kau, Dwi.
Dwi,
kau tau ? dulu saat komunikasi kita masih berjalan lancar. Aku sering
ketawa-ketawa sendiri saat membaca chat yang kau kirimkan melalui aplikasi Whats App. Pernah sesekali ibuku
bertanya yang akhirnya sekarang sering menanyakan “Siapa itu Dwi ?”, “Kapan mau di bawa ke rumah ?” dan pertanyaan
pertanyaan aneh lainnya.
“Kamu
liat hp malah ketawa-ketawa sendiri, kenapa ?”. Tanya ibuku.
“Iya”.
Jawabku singkat. Sambil mengetik pesan untuk membalas chat.
“Ditanya
kenapa malah jawabnya iya”.
“Iya”.
Sahutku.
“Lagi
chatingan sama siapa sih ?”. Ibuku
mulai penasaran.
Dan
aku masih dengan jawaban “Iya”.
“Kamu
suka makan beling sama paku ya ?”
“Iya”.
Jawabku.
Lalu
ibuku mengambil handphone yang aku
pegang. Belum sempat dia baca, aku ambil lagi.
“Jangan
Bu”. Ucapku.
“Yaa
kamu ditanya jawabnya iya iya aja”. Jawab ibu sedikit kesal.
“Oh
iya”.
Dwi
asal kau tau, ibuku termasuk orang yang mudah penasaran terhadap sesuatu,
maklumlah namanya juga ibu-ibu. Termasuk penasaran kenapa aku ketawa-ketawa
saat membalas chat kepadamu, Dwi. Dia
terus menerus bertanya, lalu dari pada aku jadi anak yang durhaka maka aku
jawab dengan jujur.
“Siapa
dia ?”.
“Dwi,
bu hehe”. Jawabku sambil cengengesan.
Dia
mengambil hp yang aku pengang dan dengan pasrah aku membiarkannya.
“Ini
yang pake kerudung ?”.Tanyanya lagi.
“iya”.
Jawabku singkat.
“Dia
cewek ?”. Pertanyaan paling aneh yang pernah aku dengar dari seorang ibu.
“Ya
iya bu, kan pake kerudung.”
“Oooohhh”.
Jawabnya seolah-olah mengerti.
“Kenapa
bu ?”. Tanyaku.
“Yaa
gak apa-apa, berarti anak ibu masih normal”
Hening.
“Musi
orang mana ?” Tanyanya.
“Dwi
bu”
“Iya
itu maksud ibu”.
“Orang
Kuningan”. Jawabku.
Dia
terus bertanya tentang dirimu Dwi. Bahkan sampai saat ini masih saja bertanya
kabarmu, bertanya kapan mau diajak main ke rumah dan pertanyaan-pertanyaan aneh
lainnya.
“Dwi
hanya teman bu, mana mungkinlah dia mau main ke rumah, mana mungkin mau kenal
dengan ibu”. Jawabku kepada ibu agar berhenti bertanya tentang dirimu Dwi.
Bukan
aku tak mau membahas tentang kau, Dwi, yang aku takutkan, ibu malah salah
paham.
Aduuuh
kok aku malah cerita tentang obrolan aku dan ibuku. Maaf yaa Dwi.
Aku
lanjutkan lagi tulisannya.
Beberapa
hari yang lalu aku mengajakmu main, kebetulan aku ada waktu kosong namun aku
lupa bahwa Tuhan maha sesukan-Nya. Kau tak bisa, kau sedang ada di kota
kelahiranmu. Padahal aku menunggu waktu luang itu. Hari kuliah, kau sibuk
dengan tugasmu. Hari kuliah libur, kau tetap tak bisa. Memang sudah tentu,
kepadaku kau tak pernah punya waktu.
Bukan
hanya itu saja. Entah mengapa akhir-akhir ini kita jarang komunikasi. Bukan aku
tak mau berbalas sapa denganmu hanya saja tiap aku chat, aku takut mengganggu waktumu, bukan tanpa alasan, karena
setiap aku chat, kau sangat lama
membalasnya. Kau sudah tak seperti yang dulu lagi Dwi. Bahkan sering aku
temukan, onlinemu terlihat namun chatku terlewat. Bukan hanya sekali.
Dari itu, maka aku sadar diri siapa aku. Aku hanya tak mau mengganggu waktumu
jika sudah aku temukan sikapmu seperti itu kepadaku Dwi.
Jika
memang kehadiranku atau pun pesan dariku sangat mengganggu waktumu sehingga kau
tak pernah menyisihkan waktu untuku, maka izinkan aku untuk tetap menulis
cerita tentangmu dan menulis surat kepadamu. Seperti surat ini, masih tentangmu
yang aku sendiri pun tak tau kau akan membacanya atau pun tidak. Tak mengapa,
dengan aku menulis surat ini, aku merasa bisa dekat dengamu. Miris, memang.
Ya
sangat miris. Mengingatmu adalah hal yang miris tapi mau bagaimana lagi
pikiranku selalu mengingat dirimu, tak terkecuali. Kadang aku juga sedih saat
mengingatmu, bagaimana dulu aku merasa dekat denganmu, selalu ada waktu untuk
komunikasi bersama namun sekarang tidak. Kau yang sudah tidak punya waktu luang
lagi. Setiap waktu aku ingin menyapamu, aku ingin menanyakan kabarmu tapi aku
tidak berani setelah membayangkan akibatnya. Ya, akibatnya nanti kau merasa
terganggu. Akibatnya kau nanti risih dengan sapaku. Akibatnya nanti aku
menunggu balasan pesan yang entah berapa lama aku kau akan balasnya.
Miris.
Ya miriiiiiiiissss hahaha
Aku
hanya perlu kesadaran sedikit saja, bahwa bagimu ada hal yang lebih menarik
dibandingkan dengan perasaanku, kehadiranku dan penantianku. Aku perlu
kesadaran sedikit saja, jika ada hal yang membuatmu tenang, jika disandingkan
denganku, aku tak pernah kau lihat. Benar, aku baru mersakan nasihat yang sudah
lama dari ibuku, bahwa ada kalanya mimpi kita dibangunkan oleh orang lain.
Termasuk ini, aku yang bermimpi bisa membahagiakanmu dengan caraku, nyatanya
aku dibangunkan olehmu bahwa aku tak bisa menggapai mimpi itu. Bahkan aku tak
layak menggapainya.
Benar.
Kau memilih hilang namun tak pernah pergi dari ingatan dan hatiku. Dan aku
memilih mencarimu, namun tak pernah aku temui dimana kamu berada. Ini perihal
berat sebelah. Aku merasa kehilanganmu, sementara kau biasa saja. Aku yang
memang mencintaimu, sementara kau masih terikat masa lalu. Aku yang ingin
mendekapmu, sementara kau ingin melaskan diri. Ini adalah tipu daya sebuah perasaan
yang sekarang aku sadar bahwa aku sedang jatuh cinta sendirian, jatuh cinta
kepadamu. Singkatnya, hidupku adalah hidupmu, sementara hidupmu masih ada di
masa lalu.
Dwi,
lihat, aku menulis ini sambil minum kopi. Tenyata aku di hadapan kopi setara,
sama pahitnya. Maka tulisan ini banyak rasa pahitnya yang aku tuangkan agar kau
baca dan semoga setelah kau baca semua hal yang
aku lakukan bisa menjadi manis.
Salam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar