“Senyummu seperti peluru dan
jatungku rela ditebas ribuan kali demi mati di hadapanmu”.
Sudah bebrapa malam aku tak pernah berkomunikasi denganmu
lagi Dwi, entah kenapa mungkin kau yang terlalu sibuk atau aku yang
khawatir akan menggangu waktumu. Sering
aku lihat kau sedang online atau pun
kemarin kau membuat story di aplikasi
What’s App yang memang jarang sekali
kau buat. Ada keinginan untuk mengomentari storymu
namun aku ragu, aku hanya khawatir akan mengganggu waktumu. Maka aku putuskan
untuk sekedar melihatnya. Terus-menerus aku melihatnya, apa pun itu yang
penting menyangkut dirimu, aku susah lupa.
Penantian bisa diartikan sebagai keadaan, sedangkan
rahasia bisa berarti sesuatu yang sengaja disembunyikan agar tidak diketahui orang
lain. Maka kepadamu aku akan memulai pekerjaan baru; penantian rahasia. Maka
dalam keadaanku kini, aku memilih sengaja menyembunyikan perasaanku kepadamu
agar tak ada yang tau bahwa aku mencintaimu, aku menunggumu; menunggu semua hal tentangmu. Termasuk
kabarmu. Namun, entah setelah surat ini aku kirimkan apakah penantian ini masih
bisa disebut rahasia atau tidak. Yang pasti untukmu aku akan selalu terbuka,
termasuk pintu hatiku.
Selayaknya seorang pelaku dalam penantian rahasia, aku
selalu mencari tau tentangmu. Mulai dari kabarmu, hobimu, dan sebagainya
mengenai dirimu Dwi. Kadang aku juga selalu menghabiskan waktu dengan
mengingatmu. Termasuk saat aku membuat surat ini. Aku habiskan waktu dengan
mengingatmu.
Kau tau, Dwi ? seperti biasa aku membuat surat untukmu
tak akan selesai dalam satu hari saja. Biasanya aku membuatnya perbeberapa
paragraf yang kemudian dilanjutkan di hari berikutnya. Nah, untuk surat yang ke
enam ini, aku menulisnya di beberapa tempat. Untuk surat ini kebanyakan aku
tulis di luar rumah. Dimana tiap hari aku harus membawa laptop, pulang kerja
gak langsung pulang, aku keliling dulu naik motor yang aku sendiri gak tau mau
kemana. Saat ada tempat yang nyaman aku brhenti untuk melanjutkan tulsan ini.
Kebanyakan paragraf aku tulis di alam dan diempat ngopi, Dwi. Layaknya orang
menulis, aku sendirian, kemudian menulis lalu dibaca dan kalau tidak cocok
kalimatnya maka aku hapus kembali. Terus saja seperti itu. Jadi, walau pun aku
sendirian setiap menulis surat untukmu, aku merasa kau ada disini Dwi.
Menemaniku. Jiwamu yang jauh, namun ruhmu ada disini, kau tetap hidup dan dekat
di hatiku.
Surat yang ke lima sudah kau baca Dwi ? maaf saat aku
mengirimkan surat yang ke lima, aku tak sempat mengabarimu karena yaaa tanpa
aku jeaskan kau pasti tau alasannya kenapa. Oh iya lupa, aku menulis surat ini
ada sebagiannya saat aku main di Kuningan, tempat kau lahir. Benar katamu
“Tidak smua orang Kuningan itu jahat loh Mas”. Itu ucapmu yang kau ucapkan saat
malam hari lewat telepon. Kau masih ingat ?, Kalau tidak salah saat itu aku
yang menelponmu dan kau angkat padahal aku belum menyiapkan akan ngobrol apa
denganmu saat itu. Namun, entah kenapa tiba-tiba kita bicara dengan santai, aku
menceritakan susahnya mendapatkan air di sini. Mungkin kau pun pernah
merasakannya saat kau masih tinggal disini. Lalu kau cerita tentang masa lalumu
saat kau masih memiliki pasangan. Dan yang paling penting, akhirnya aku tau
bahwa kau masih sendiri walau pun kau belum bisa melupakan masa lalumu. Coba
kenali aku lebih dalam lagi, dan berikan aku waktu, aku yakin kau akan
melupakan masa lalumu itu Dwi. Nanti aku yang selalu kau ingat. Aduuuh maaf Dwi
mimpiku mungkin terlalu jauh.
Dwi sampai saat ini, entah kenapa aku masih menulis surat
kepadamu, setiap hari aku selalu tersedak oleh mengingatmu, tiba-tiba saja aku
mengingatmu. Namun sulit, ketika aku ingin menolak mengingatmu. Apa pun itu,
aku sedang menikmati cantikya rindu kepadamu Dwi, maka aku akan menulis surat
untukmu, dan menceritakan tentangmu. Dimana dalam tulisan ini, aku tak akan
pernah menemukan perpisahan denganmu.
Dwi cobalah kau merenungi waktu. Kadang lucu juga jika
kita ingat kembali betapa indahnya rencana Tuhan. Kita dulu tak saling kenal
lalu tiba-tiba Tuhan mengenalkan orang yang bernama Dwi kepadaku. Apakah itu
sebuah kebetulan ? menurutmu bagaimana Dwi ?. bagiku tak ada yang namanya
kebetulan di dunia ini. Semua ini atas dasar rencana Tuhan. Pertanyanyaannya
mengapa Tuhan mengenalkan Kau kepadaku ? aku hanya memiliki jawaban bahwa Tuhan
tak pernah salah salah. Saat itu kita sama dalam keadaan luka hatinya, hancur
bahkan. Lalu Tuhan mengenalkan kau kepadaku. Inilah alasan Tuhan mengenalkan
Kau kepadaku Dwi, karena kita ada dalam keadaan yang sama; luka hatinya. Maka
sekali lagi, berikan aku waktu Dwi, seperti kata Joko Pinurbo dalam puisinya
“Kita adalah cinta yang berjihad melawan trauma”. Maka berbahagialah nantinya
karena kita akan mengalahkan sebuah trauma bersama. Dan tidak akan membuat
trauma baru satu sama lainnya.
Aduuh maaf Dwi jika kata-kataku dalam semua surat yang
aku kirimkan kepadamu membuat kau semakin menjauhiku. Padahal aku sendiri tak
tau apa kesalahanku. Apakah karena aku menyayangimu itu adalah sebuah kesalahan
?
Cukup !!!
Semakin lama, hanya desir rindu yang melanda. Sampai
remuk menelusup relung, hingga perih mengiris hari-hari tanpa kabarmu yang aku
sebut hari berkabung. Di sini cerita tentangmu akan tetap hidup dan akan tetap
utuh bernaung. Aku masih ingat, saat awal kita bertemu, malam harinya kkita
pergi sebuah objek pemandian air panas. Disana kau ragu untuk masuk ke air,
entah kau ragu karena apa yang pasti matamu mencerminkan keraguan namun
penasaran, aku tak tau apa namanya itu. Aku masih ingat, setelah pulang dari
objek wisata pemandian air panas itu, kita memutuskan untuk membersihkan badan
dari aroma belerang akibat kandungan air panas itu. Karena di tempat tinggalku
sulit mendapatkan air bersih, maka kita memilih membersihkan diri di sumber air
yang berada lumayan juga jaraknya. Tepat jam 11 malam kita baru bisa pulang. Oh
iya, itu siangnya kita keliling di acara memperingati HUT RI. Jadi artinya
seharian penuh kita bersama walau pun tidak dari pagi hari karena pagi hari kau
ikut upacara peringatan hari kemerdekaan di Kecamatan. Dan seharian itu, aku
hanya bisa memandangmu tanpa berani aku menyapamu. Senyumanmu, itu yang membuat
aku susah lupa.
Maaf Dwi aku masih mengingatmu. Setiap aku menulis, saat
itu pula aku membuka kembali memori tentangmu yang mengalun setiap waktu.
Untukmu Dwi, terima kasih atas lakumu yang anggun itu. Dan biarkan aku
menantimu karena memilikimu, kau tak akan mau.
Salam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar