Selamat Datang, Baca, Pahami dan Rasakan dari Sebuah Tulisan

Selamat Datang, Baca, Pahami, dan Renungkan Makna Indahnya Kenganan dari Sebuah Tulisan
Kenangan tidak mudah untuk dilupakan hanya hilang ingatan yang bisa mengobatinya. Sekecil apa pun kenangan akan tetap berada di pikiran.
Kado Terakhir Untukmu menceritakan semua peristiwa yang telah terjadi, dilewati dan dirasakan sebagai bentuk apresiasi pada sebuah kenangan.
Tulislah apa yang kita rasakan dan rasakan apa yang kita tulis.


Jumat, 25 Januari 2019

DWI (Rindu)


Yang paling lemah dari kalbu ku namai rindu. Yang paling kuat, sudah jelas itu pasti kamu.

Haii, Dwi, apa kabar ?
Setiap surat yang ku kirimkan kepadamu selalu aku bertanya kabarmu, sampai aku bosan sendiri menanyakan kabar sebagai basa-basi di awal surat.
Surat-suratku benar-benar tak pernah kau balas. Tak terasa ini sudah surat yang ke sembilan yang aku kirimkan kepadamu.
Dwi, aku terlalu demam rindu. Disetiap waktu, hembusan angin, ku namai itu dirimu, yang tak terlihat namun bisa menyejukan.  Meski sedikit pilu saat ku tau yang merindukanmu bukan hanya aku terlebih rinduku tak kau balas juga. Sederas hujan membasahi halaman rumahku setiap malam namun gagal memadamkan api rindu, seperti itulah aku mengingatmu, tak ada yang bisa mengalihkan ingatanku tentangmu.
Dwi, semalam aku bermimpi, mimpi dirimu Dwi. Akhirnya kita bisa bertemu juga malam itu walau hanya sekedar mimpi. Jelas terlihat kau tersenyum. Dengan senyuman tulusmu itu. Oh iya tentang senyuman, aku masih ingat senyumanmu yang membuatku jadi candu.
Dwi, kau masih tak membalas surat-suratku juga ? Hmmmm tak mengapa. Tenang saja, jangan khawatir, aku akan terus mengirimkan surat-surat ini kepadamu setidaknya bisa kau baca saat kau sedang dalam kesepian. Semoga senggang waktumu untuk membaca surat-suratku ini.
Dwi, ini masih aku yang menulis surat-surat ini. Aku yang kau kenal dulu meski hanya sesaat bahkan dalam perkenalan kita, kita tak pernah saling bicara. Menyapa pun tidak. Tapi itu sangat indah bukan ? perkenalan kita lain dari yang lain. Perkenalan kita berbeda. Perkenalan singkat namun selalu ku ingat. Bahkan saat ini, aku selalu mengingatmu. Surat-surat ini ku jadikan sebagai media pengantar rindu.
Ahh rindu. Rindu semakin menjadi-jadi terlebih saat hujan turun. Aku hanya menghabiskan secangkir kopi sendirian, sembari menulis surat ini. Sesekali aku melihat fotomu, senyumanmu itu, yaa Tuhan, lukisan karya-Mu sungguh begitu indah. Aku heran mengapa samapai saat ni aku masih ingin menulis tentangmu Dwi. Aku pun heran mengapa aku selalu mengingatmu, menunggu chat darimu. Dengan bantal dibawah dagu, aku menunggu notifikasi pertanda pesanmu masuk namun sepertinya chat dariku tak membuatmu tertarik.
Dwi dengarkan aku, kau jangan pernah menyerah oleh keadaan yang mungkin kadang kau merasa bahwa hidup tak pernah adil. Percayalah, untuk tiap langkahmu, aku selalu mendoakan. Izinkan aku selalu ada untukmu, apa pun keadaanmu. Saat kau terpuruk, jangan tutup semua pintu. Bukalah untukku sedikit saja, untuk mendukung dan menyemangatimu. Aku memang jauh dari sempurna, tetapi bukan berarti tidak bisa apa-apa. Jika aku ada dan masih ada, maka aku pun ada untukmu. Dan aku akan berdoa untukmu, serta aku pun berdoa untuk sesering-seringnya ada disampingmu, mendengarkan keluh-kesahmu, menenangkan amarahmu, menghapus semua dukamu. Aku akan ada untukmu Dwi. Percayalah, maka jangan kau membisu dan menutup pintu itu.
Dwi, kau juga jangan sedih di hari-hari beratmu kapan pun itu, aku pastikan akan ada selalu bahu dan punggungku. Ku pastikan kau selalu jadi pemiliknya, meski disaat kau pulih kelak bukan aku yang kau pilih. Tapi seberat-beratnya menjadi diriku, lebih berat lagi jika itu tanpamu. Tetaplah disampingku. Sadar atau tidak kau akan perasaan ini, kau tetap diam-diam ku cintai. Aku akan selalu berdoa untuk kebahagiaanmu, dan semoga aku adalah bagian dari bahagiamu.
Salam.


Selasa, 15 Januari 2019

DWI (Semoga...)


“Bila sudah senggang waktumu, tengoklah kotak pesanmu. Ada harap menanti dari rasa yang sulit ikhlas bila tak kau balas”

Dwi apa kabar ?
Sudah sering aku bertanya tentang kabarmu dihampir setiap surat yang aku kirimkan kepadamu. Namun, tak juga kau balas. Tak apa, mungkin itu karena kau sedang sibuk saja. Tak masalah. Bagiku pertanyaan kabar adalah bentuk dari perhatian kecil yang aku berikan kepadamu yang setelah itu ada doa yang selalu aku panjatkan untuk kebaikanmu. Doa terselip diantara menanti sapamu dan keheningan yang aku sendiri membiarkan diriku dingin.
Dingin ? persis seperti sikapmu ynag kau berikan kepadaku. Namun saat aku mengingatmu, ada kehangatan yang terpancar dari balik senyummu. Aduuuh ngomong-ngomong tentang senyummu, aku jadi rindu dengan senyumanmu itu. Entah sudah berapa pekan aku tak melihat senyummu itu lagi. Nanti jika kau ada waktu senggang, beri aku waktu untuk bertemu denganmu Dwi. Aku inggin melihat senyumu (lagi).
Bahagiakah kau disana Dwi ? jika kau bahagia ceritakanlah kebahagiaanmu. Namun jika kau tidak bahagia berikanlah kedukaan itu separuhnya untuk aku agar aku bisa menanggung dukamu bersama. Bukankah bahagia bisa tercipta dari kumpulan-kumpulan duka yang teramat dalam lalu dibangun bersama hingga hilang semua pilu yang ada ?. meski pun bahagia bukan sepenuhnya diciptakan. Bahagia memiliki ruang tersendiri, kita tinggal menemukannya saja dimana letaknya. Berbeda dengan cinta. Cinta yang sempurna bisa didik dan dipelajari bersama. Sama seperti aku padamu yang ingin bersama membuat cinta yang sempurna bersamamu aku ingin melewati bersama.
Aku sendiri tak tau, ini cinta atau hanya pengagum belaka. Apa pun itu, denganmu, aku ingin selalu. Tak peduli bagaimana pun kau Dwi.
Kadang aku heran dengan orang-orang yang menuntut sebuah perasaan. Katanya “Jika mencintai yaa harus ada pengakuan dari yang dicintainya”. Tuntutan macam apa yang seperti itu. Bagiku itu tidak penting. Dalam hal mencintai yang terpenting itu adalah output yang kita berikan kepada dia yang dicintai bukan malah menuntut inputnya. Kadang lucu juga hanya satu kata ‘Cinta’ namun memiliki persepsi yang berbeda-bedan di tiap-tiap jiwa.
Aku jadi ingat obrolan ketika aku bertemu dengan temanku Dwi. Saat itu aku lagi main di area kamus belum lama ini. Dia ngobrol masalah dengan pacarnya. Lalu dia malah bertanya “Kamu sekarang sama siapa ?” belum sempat aku jawab, dia malah bertanya lagi “Cerita yang di blog, yang namanya Dwi itu siapa ?”.
Lalu aku jawab dengan sejujurnya, maklum dia teman aku kuliah dari semester pertama sampai sekarang. Dia bertanya lagi dan terus bertanya mengenaimu Dwi. Sampai akhirnya aku jawab “Tidak penting bagaimana kau dimata dia, tidak penting bagaimana keadaanku dan perasaanku, yang terpenting buatku dia bahagia karena aku mencitainya maka aku akan mencoba membuat dia bahagia semampuku”.
“Kalau bahagianya bukan dengan kamu gimana ?”. Tanyanya.
“Tidak masalah. Mungkin bukan aku bahagia dia tapi setidaknya aku sudah mencoba membuatnya bahagia. Kalau pun itu terjadi, aku akan tetap berterima kasih kepada Tuhan”.
 “Kenapa ?”
“Terima kasih bahwa Tuhan sudah mengenalkan aku dengan sosok perempuan yang bernama Dwi. Terima kasih sudah memberikan waktu yang singkat untuk mencoba membuat dia bahagia. Dan ini yang paling penting, terima kasih karena dariya aku bisa melihat senyuman yang sangat tulus, yang hanya dimiliki oleh dia”.
“Aneh.” Jawabnya singkat.
Mungin beberapa orang juga akan menganggap diriku aneh, bahwa cara mencintai itu pakai logika. Aku sangat tidak setuju. Bagaimana mungkin orang yang sedang jatuh cinta akan memiliki logika. Orang yang jatuh cinta itu adalah orang yang sudah hilang akalnya, sudah tak memiliki logika. Dia hanya berpikiran “bagaimana caranya membuat orang yang dicintainya bisa bahagia” hanya itu dipikirannya. Masih bisa disebut manusia normalkah ? Tidak ! itu sudah tidak normal karena normal adalah kata lain dari tak bernyawa sedangkan orang yang sedang jatuh cinta selalu memiliki nyawa.
Aku jadi ingat, dulu aku melihat seorang laki-laki sedang menunggu pacarnya disebuah halte di Jakarta. Maklum saat itu cuaca sedang hujan maka dia berteduh sambil menunggunya. Dia menunggu dengan sabar, sesekali dia melihat jam yang menempel ditangannya. Cukup lama, keudian pacarnya datang. Lelaki itu setengah pakaian sudah basah akibat percikan air hujan yang jatuh ke jalan. Lalu lelaki itu tersenyum. Saat itu aku berpikir “kasihan lelaki itu lama sekali menunggu pacarnya  sampai bajunya basah kena hujan” tapi sekarang aku baru sadar. Ternyata rasa kasihan itu hanya dimiliki oleh yang melihat sedangkan dia yang menjalankannya merasa bahagia. Aku jadi merasa aneh kepada mereka yang berkata aneh pada diriku.
Aduh lupa Dwi, kok aku malah asik menceritakan diriku sendiri.
Disana sudah mulai musim hujan Dwi ?
Andai saja kau mengunjungi kampung halamanku untuk melakukan tugas kuliah saat musinm hujan, mungkin kau tak kesusahan untuk mencari air sekedar untuk mandi dan mencuci baju saja. Ah sudahlah lagian mana mungkin kau masih mau main ke kampung halamanku lagi.
Hampir setiap sore disini selalu turun hujan. Adikku yang paling kecil dia bernama Indy. Dia sangat senang bermain air hujan, sambil lari kesana kemari dia berlari dengan teman-temannya. Aku melihatnya dari balik jendela kamar. Kadang Indy memanggil-manggil agar aku keluar. Kadang juga Indy “Bertanya hujan itu apa ?”. Aku jawab “Hujan itu adalah tetesan air mata seorang perempuan yang bernama Dwi. Itu adalah kesedihan yang mendalam karena dipatahkan hatinya oleh orang yang dia cintai. Naah saat Indy hujan-hujanan sambil lari-lari berarti Indy sedang bersenang-senang diatas kesedihan Dwi”. Dan sekarang adikku tak pernah hujan-hujanan lagi, katanya dia tak tega kepada Dwi. Sungguh ini alasan yang paling absurd yang pernah aku berikan ke adiku agar berhenti bermain air hujan.
Dwi tak akan lama lagi aku akan mengabarimu bahwa aku ingin bertemu denganmu. Semoga kau mau dan waktu pun mengijinkannya.

Salam.

Sabtu, 01 Desember 2018

DWI (Malaikat Bertanduk Dua)

“Ada ketulusan yang selalu datang menyapamu setiap hari, kaunya saja yang menolak untuk melihat dan lebih memilih untuk menatap ke arah lain”.


Serpihan itu masih belum rapih juga Dwi. Luka yang teramat dalam membuat aku enggan untuk berlalu. Hingga aku mengenalmu di suatu sore saat itu. Aku merasa kembali percaya bahwa bahagia itu ada meski aku tak begitu dalam mengenalmu.
Senyummu itu yang membuatku bangkit, dari senyumu juga aku tak henti-hentinya menulis tentangmu. Aku merasa begitu dekat denganmu setiap hari, apakah kau juga merasakan sama seperti yang aku rasakan ? Ah aku tak peduli apa yang kau rasa, yang pasti aku selalu bahagia saat mengingatmu.
Beberapa hari yang lalu kau mengupload foto dengan temanmu, sepertinya di acara pernikahan atau sejenisnya. Aku tak henti-hentinya melihat foto itu. Jelas kau sangat anggun Dwi, dengan baju hitam berbalut garis putih disertai dengaan kerudung berwarna pink yang kau kenakan menambah keindahan wajahmu sebagai karya Tuhan yang tak mampu digambarkan oleh apa pun. Sungguh aku telah takluk di hadapanmu Dwi.
Dwi, kadang aku sering mengeluh kepada Tuhan, mengapa Tuhan menganugerahkan cinta yang tak mungkin untuk bersatu, aku yakin Tuhan mendengarkan doaku yang selalu aku panjatkan setiap malam, yaitu namamu yang selalu aku sebut. Namun, Dia tak pernah peduli seolah tak pernah mendengarkan doaku. Aku hanya ingin bahagia bersamamu Dwi sebagai apa pun itu.
Lihat aku Dwi. Aku ada di dunia ini bukan seperti angin yang hilang dan berlalu begitu saja. Aku disini, diam di tempat berharap kau datang menemuiku karena aku tak mampu menemuimu. Waktumu yang selalu menjadi batas membuat aku sulit menjumpaimu. Sedangkan waktuku, aku berikan sepenuhnya untukmu bahkan menunggumu yang tak tau sampai kapan, aku rela.
Dwi bagaimana kabarmu kini ?
Sehatkah ?
Bagaimana dengan persaanmu ? sudah menemukan tambatan  hati ? jika belum ijinkan aku menjadi penghuni hatimu atau ijinkan aku mencari dimana letak kunci hatimu agar aku bisa masuk mengetuk relung hatimu. Jangan diam saja, aku ingin menghabiskan waktu bersamamu Dwi dalam suka mau pun duka, tak terbatas waktu. Aku ingin selamanya bersamamu. Ini bukan hanya untaian kata belaka. Ini adalah kejujuran yang tak mampu aku utarakan karena terlalu dalam perasaanku padamu hingga akhirnya aku tak bisa berbicara tentang perasaan kepadamu dengan lantang. Seperti sekarang, aku mampu menulis tentangmu namun ketika kelak jika kau ada waktu dan kita bertemu, aku tidak yakin mampu berbicara selantang ini seperti aku menulis tentangmu ini. Aku pasti canggung, terlebih saat aku melihat senyumanmu.
Aduuuh senyumanmu. Lagi-lagi aku terbius oleh senyumanmu, masih membekas jelas di pelupuk mata senyumanmu itu Dwi. Gigi gingsulmu membuat kau semakin menarik, terlebih kebaikanmu. Jika nanti kita bertemu bolehkah aku foto bersama denganmu Dwi ? namun dengan syarat kau harus tersenyum, senyuman tulusmu. Nanti, akan aku bingkai dalam kenangan yang tak akan pernah aku lupakan.
Dwi, aku tau, saat aku menjatuhkan perasaan ini padamu, aku akan patah hati, patah hati yang disengaja tapi aku menikmatinya sebagai kesakitan yang paling indah. Jelas kenapa aku akan patah hati karena aku tau kau tak akan membukakan hatimu untukku. Tak masalah, karena cinta memang tak bisa dipaksakan dan aku jatuh cinta padamu pun tak bisa aku hindari. Tiba-tiba saja rasa itu hadir. Semakin aku membuang jauh-jauh perasaanku, bayangmu semakin menghantui di setiap jejak langkah kakiku. Dimana pun, kapan pun, kau selalu hadir dalam ingatanku Dwi.
Oh iya Dwi, sekarang aku lagi di bibir laut yang ada di daerah Indramayu. Sengaja aku main ke sini, seperti biasa, aku ke sini sendirian sambil membawa laptop yang memang dengan niatan untuk menulis surat untukmu di sini. Di sini cukup ramai Dwi padahal hari sudah menjelang sore namun semakin banyak pengunjung yang datang. Banyak sepasang remaja yang sedang menghabiskan waktu disini, ada juga yang membawa keluarganya, bahkan aku sesekali tertawa melihat anak-anak kecil yang sedang bermain bola di pinggir laut ini. Asik sekali mereka, berlari kesana kemari, tertawa, sesekali mereka bermain air. Lucu sekali tingkah mereka Dwi. Yaa wajar juga, kadang aku ingin memutar waktu, ingin rasanya seperti mereka yang belum merasakan kepahitan, yang belum merasakan beban hidup. Dan yang pasti belum merasakan patah hati.
Dwi, sekarang aku sedang mendengarkan nyanyian laut yang dikumandangan oleh gemuruh ombak, Dwi. Jujur aku memang baru beberapa kali main ke laut karena aku sendiri lebih suka ke daerah dataran tinggi. Di laut terkesan cuacanya panas dan anginnya tidak sesejuk di gunung. Namun, aku baru sadar ketika disini, bahwa ombak tak pernah ingkar janji, bukan hanya merpati saja. Ada janji dari ombak untuk pasir ketika dia pergi seolah ombak berkata “Tunggu aku, aku akan datang kembali”. Selalu seperti itu. Semoga kau seperti ombak juga Dwi, setelah kepergianmu dari kampungku, semoga kau akan datang lagi ke sini, tempat awal aku mengenalmu. Awal aku melihat senyuman tulusmu.
Lihat !
Dwi lihat ! tepat di depan mataku ada sepasang remaja. Dia tertawa sembari bercanda gurau dengan pasangannya. Sesekali mereka saling bertatapan dengan tangan yang tak pernah dia lepaskan, sangat erat sekali mereka saling menggenggam.
Sekarang mereka menatap ke arahku Dwi. Dengan tatapan yang seolah asing melihat aku yang sedang duduk sendirian sambil menulis surat ini. Namun, perempuan itu melemparkan senyuman ke arahku. Entah itu senyuman apa, namun yang bisa aku artikan itu sebagai senyuman seperti menggunjing karena aku hanya sendiri. Apa pun itu tereserah mereka yang sedang dimabuk asmara. Mungkin mereka belum mengenal kau saja Dwi yang memiliki senyuman tulus, yang bisa membuat teduh seluruh jiwa.
Dwi, sekarang hari sudah menjelang sore, sudah saatnya aku bergegas pulang. Namun, aku masih merindukanmu yang tak mengenal waktu. Aku berharap kau adalah rumah tempat aku pulang setelah aku lelah bertualang. Aku ingin menghabiskan waktu bersamamu dan aku ingin menjelajah alam bersamamu Dwi, berdua kita lalui jalan yang akan kita hadapi nanti, jika Tuhan menghendaki, aku mengaminkan selalu.
Ah akhirnya cuaca mendung juga Dwi, aku takut terkena hujan di tengah perjalanan menuju rumah. Aku tak ingin Dwi. Entah kenapa hujan selalu akan menjadi cerita, jika bersamamu aku mau terkena hujan berdua agar menjadi cerita yang tak akan ku lupakan sehingga saat hujan turun aku akan kembali ke masa itu. Namun, ini baru mendung, mendungyang belum tentu terjadi hujan. Seperti penantian, yang belum tentu akan membuahkan hasil seperti yang di harapkan.
Akhirnya hujan juga Dwi. Hal yang tadinya ingin aku hindari. Namun bagaimana lagi, aku tak bisa menyalahkan hujan juga karena hujan adalah hanya air yang patuh kepada Tuhan. Jika kata Tuhan air itu disuruh turun maka turunlah air itu, yang kita sebut sebagai hujan. Oh iya, aku sekarang berada di sebuah toko retail i pinggir jalan. Tadi aku hendak pulang, namun masih di tengah perjalanan, ujan tiba-tiba menjadi deras akhirnya aku putuskan untuk berteduh dulu. Sambil menunggu hujan reda, aku melanjutkan tulisan ini yang tadi terhenti.
Dengan kopi instan berbentuk botol yang sengaja aku beli dan rokok yang hampir habis aku bakar, aku melanjutkan menulis. Saat aku menulis, tiba-tiba kau seolah ada disisiku Dwi, menemaniku menulis. Aku jadi tidak merasa sedang sendirian.
Lihatlah hujan itu Dwi !!!
Hujan melihat hari-hariku penuh dengan keceriaan saat aku menulis surat ini untukmu Dwi walau dengan cahaya langit yang sedikit temaram akibat berbalut mendung. Namun, hujan kerap memberikan aku pelajaran penting juga tentang hakikat hidup di dunia ini Dwi. Hidup di dunia yang semuanya itu hanya sebuah ilusi, mulai dari pahitnya dan getirnya hidup. Namun tetap indah untuk aku menghabiskan waktuku untuk mengingatmu Dwi. Walah hanya sekedar mengingat, walau hanya sekedar membayangkan. Kadang teman-temanku sering menertawakan aku yang setiap hari menulis surat untukmu. Kata mereka aku tidak waras karena telah membuang-buang waktu. Aduuuh mereka hanya belum mengenalmu saja Dwi. Mereka belum paham saja, bahwa orang yang jatuh cinta itu tak ada yang waras. Mereka bilang aku membuang-buang waktu. Mereka hanya belum paham saja bahwa aku sedang membuat sebuat prasati kenangan denganmu yang kelak akan menjadi abadi walau hanya dengan tulisan surat-surat ini. Surat ini akan abadi, yang bisa dibaca oleh anak cucu ku kelak. Dan anak cucuku akan tau bahwa aku telah takluk oleh senyuman perempuan yang bernama Dwi.
Ooohh hujan, sampaikan salamku pada Dwi, takan bosan aku memuja dan memujinya. Samapaikan salamku padanya jangan biasi larangan bagiku untuk tetap memuja, mencintai dan menantinya. Walau kadang ajal akan menjemputku nanti aku tak pernah takut. Tapi hujan jangan kau buat aku takut yang mencekam, biarkan dinginmu saja yang menyelimuti.
Dingin !
Hujan, kau kalah dingin oleh sikap Dwi kepadaku. Entah apa salahku hingga Dwi kini bersikap sedingin itu. Aku tak tau apa kesalahanku. Apa karena aku mencintaimu Dwi hingga kau jadi dingin kepadaku. Jika pun iya, aku ingin bertanya “Apa yang salah dari orang yang sedang jatuh cinta ?”
Dwi, semoga diammu kepadaku bukan diam yang disengaja karena tak selamanya diam itu emas. Buktinya bagiku, diammu bukan emas tapi nerakanya dunia yang membakar jiwa dan hatiku.
Dwi, aku masih sedang menikmati hujan dari balik meja yang terbuat dari besi. Masih menikmatinya. Dan masih denganmu yang kini terasa duduk disampingku.
Salam....

Sabtu, 24 November 2018

DWI (Penantian Rahasia)



“Senyummu seperti peluru dan jatungku rela ditebas ribuan kali demi mati di hadapanmu”.



            Sudah bebrapa malam aku tak pernah berkomunikasi denganmu lagi Dwi, entah kenapa mungkin kau yang terlalu sibuk atau aku yang khawatir  akan menggangu waktumu. Sering aku lihat kau sedang online atau pun kemarin kau membuat story di aplikasi What’s App yang memang jarang sekali kau buat. Ada keinginan untuk mengomentari storymu namun aku ragu, aku hanya khawatir akan mengganggu waktumu. Maka aku putuskan untuk sekedar melihatnya. Terus-menerus aku melihatnya, apa pun itu yang penting menyangkut dirimu, aku susah lupa.
            Penantian bisa diartikan sebagai keadaan, sedangkan rahasia bisa berarti sesuatu yang sengaja disembunyikan agar tidak diketahui orang lain. Maka kepadamu aku akan memulai pekerjaan baru; penantian rahasia. Maka dalam keadaanku kini, aku memilih sengaja menyembunyikan perasaanku kepadamu agar tak ada yang tau bahwa aku mencintaimu, aku menunggumu; menunggu semua hal tentangmu. Termasuk kabarmu. Namun, entah setelah surat ini aku kirimkan apakah penantian ini masih bisa disebut rahasia atau tidak. Yang pasti untukmu aku akan selalu terbuka, termasuk pintu hatiku.
            Selayaknya seorang pelaku dalam penantian rahasia, aku selalu mencari tau tentangmu. Mulai dari kabarmu, hobimu, dan sebagainya mengenai dirimu Dwi. Kadang aku juga selalu menghabiskan waktu dengan mengingatmu. Termasuk saat aku membuat surat ini. Aku habiskan waktu dengan mengingatmu.
            Kau tau, Dwi ? seperti biasa aku membuat surat untukmu tak akan selesai dalam satu hari saja. Biasanya aku membuatnya perbeberapa paragraf yang kemudian dilanjutkan di hari berikutnya. Nah, untuk surat yang ke enam ini, aku menulisnya di beberapa tempat. Untuk surat ini kebanyakan aku tulis di luar rumah. Dimana tiap hari aku harus membawa laptop, pulang kerja gak langsung pulang, aku keliling dulu naik motor yang aku sendiri gak tau mau kemana. Saat ada tempat yang nyaman aku brhenti untuk melanjutkan tulsan ini. Kebanyakan paragraf aku tulis di alam dan diempat ngopi, Dwi. Layaknya orang menulis, aku sendirian, kemudian menulis lalu dibaca dan kalau tidak cocok kalimatnya maka aku hapus kembali. Terus saja seperti itu. Jadi, walau pun aku sendirian setiap menulis surat untukmu, aku merasa kau ada disini Dwi. Menemaniku. Jiwamu yang jauh, namun ruhmu ada disini, kau tetap hidup dan dekat di hatiku.
            Surat yang ke lima sudah kau baca Dwi ? maaf saat aku mengirimkan surat yang ke lima, aku tak sempat mengabarimu karena yaaa tanpa aku jeaskan kau pasti tau alasannya kenapa. Oh iya lupa, aku menulis surat ini ada sebagiannya saat aku main di Kuningan, tempat kau lahir. Benar katamu “Tidak smua orang Kuningan itu jahat loh Mas”. Itu ucapmu yang kau ucapkan saat malam hari lewat telepon. Kau masih ingat ?, Kalau tidak salah saat itu aku yang menelponmu dan kau angkat padahal aku belum menyiapkan akan ngobrol apa denganmu saat itu. Namun, entah kenapa tiba-tiba kita bicara dengan santai, aku menceritakan susahnya mendapatkan air di sini. Mungkin kau pun pernah merasakannya saat kau masih tinggal disini. Lalu kau cerita tentang masa lalumu saat kau masih memiliki pasangan. Dan yang paling penting, akhirnya aku tau bahwa kau masih sendiri walau pun kau belum bisa melupakan masa lalumu. Coba kenali aku lebih dalam lagi, dan berikan aku waktu, aku yakin kau akan melupakan masa lalumu itu Dwi. Nanti aku yang selalu kau ingat. Aduuuh maaf Dwi mimpiku mungkin terlalu jauh.
            Dwi sampai saat ini, entah kenapa aku masih menulis surat kepadamu, setiap hari aku selalu tersedak oleh mengingatmu, tiba-tiba saja aku mengingatmu. Namun sulit, ketika aku ingin menolak mengingatmu. Apa pun itu, aku sedang menikmati cantikya rindu kepadamu Dwi, maka aku akan menulis surat untukmu, dan menceritakan tentangmu. Dimana dalam tulisan ini, aku tak akan pernah menemukan perpisahan denganmu.
            Dwi cobalah kau merenungi waktu. Kadang lucu juga jika kita ingat kembali betapa indahnya rencana Tuhan. Kita dulu tak saling kenal lalu tiba-tiba Tuhan mengenalkan orang yang bernama Dwi kepadaku. Apakah itu sebuah kebetulan ? menurutmu bagaimana Dwi ?. bagiku tak ada yang namanya kebetulan di dunia ini. Semua ini atas dasar rencana Tuhan. Pertanyanyaannya mengapa Tuhan mengenalkan Kau kepadaku ? aku hanya memiliki jawaban bahwa Tuhan tak pernah salah salah. Saat itu kita sama dalam keadaan luka hatinya, hancur bahkan. Lalu Tuhan mengenalkan kau kepadaku. Inilah alasan Tuhan mengenalkan Kau kepadaku Dwi, karena kita ada dalam keadaan yang sama; luka hatinya. Maka sekali lagi, berikan aku waktu Dwi, seperti kata Joko Pinurbo dalam puisinya “Kita adalah cinta yang berjihad melawan trauma”. Maka berbahagialah nantinya karena kita akan mengalahkan sebuah trauma bersama. Dan tidak akan membuat trauma baru satu sama lainnya.
            Aduuh maaf Dwi jika kata-kataku dalam semua surat yang aku kirimkan kepadamu membuat kau semakin menjauhiku. Padahal aku sendiri tak tau apa kesalahanku. Apakah karena aku menyayangimu itu adalah sebuah kesalahan ?
            Cukup !!!
            Semakin lama, hanya desir rindu yang melanda. Sampai remuk menelusup relung, hingga perih mengiris hari-hari tanpa kabarmu yang aku sebut hari berkabung. Di sini cerita tentangmu akan tetap hidup dan akan tetap utuh bernaung. Aku masih ingat, saat awal kita bertemu, malam harinya kkita pergi sebuah objek pemandian air panas. Disana kau ragu untuk masuk ke air, entah kau ragu karena apa yang pasti matamu mencerminkan keraguan namun penasaran, aku tak tau apa namanya itu. Aku masih ingat, setelah pulang dari objek wisata pemandian air panas itu, kita memutuskan untuk membersihkan badan dari aroma belerang akibat kandungan air panas itu. Karena di tempat tinggalku sulit mendapatkan air bersih, maka kita memilih membersihkan diri di sumber air yang berada lumayan juga jaraknya. Tepat jam 11 malam kita baru bisa pulang. Oh iya, itu siangnya kita keliling di acara memperingati HUT RI. Jadi artinya seharian penuh kita bersama walau pun tidak dari pagi hari karena pagi hari kau ikut upacara peringatan hari kemerdekaan di Kecamatan. Dan seharian itu, aku hanya bisa memandangmu tanpa berani aku menyapamu. Senyumanmu, itu yang membuat aku susah lupa.
            Maaf Dwi aku masih mengingatmu. Setiap aku menulis, saat itu pula aku membuka kembali memori tentangmu yang mengalun setiap waktu. Untukmu Dwi, terima kasih atas lakumu yang anggun itu. Dan biarkan aku menantimu karena memilikimu, kau tak akan mau.
Salam.