Yang
paling lemah dari kalbu ku namai rindu. Yang paling kuat, sudah jelas itu pasti
kamu.
Haii, Dwi, apa kabar ?
Setiap surat yang ku kirimkan kepadamu
selalu aku bertanya kabarmu, sampai aku bosan sendiri menanyakan kabar sebagai
basa-basi di awal surat.
Surat-suratku benar-benar tak pernah kau
balas. Tak terasa ini sudah surat yang ke sembilan yang aku kirimkan kepadamu.
Dwi, aku terlalu demam rindu. Disetiap
waktu, hembusan angin, ku namai itu dirimu, yang tak terlihat namun bisa
menyejukan. Meski sedikit pilu saat ku
tau yang merindukanmu bukan hanya aku terlebih rinduku tak kau balas juga.
Sederas hujan membasahi halaman rumahku setiap malam namun gagal memadamkan api
rindu, seperti itulah aku mengingatmu, tak ada yang bisa mengalihkan ingatanku
tentangmu.
Dwi, semalam aku bermimpi, mimpi dirimu
Dwi. Akhirnya kita bisa bertemu juga malam itu walau hanya sekedar mimpi. Jelas
terlihat kau tersenyum. Dengan senyuman tulusmu itu. Oh iya tentang senyuman,
aku masih ingat senyumanmu yang membuatku jadi candu.
Dwi, kau masih tak membalas
surat-suratku juga ? Hmmmm tak mengapa. Tenang saja, jangan khawatir, aku akan
terus mengirimkan surat-surat ini kepadamu setidaknya bisa kau baca saat kau
sedang dalam kesepian. Semoga senggang waktumu untuk membaca surat-suratku ini.
Dwi, ini masih aku yang menulis
surat-surat ini. Aku yang kau kenal dulu meski hanya sesaat bahkan dalam
perkenalan kita, kita tak pernah saling bicara. Menyapa pun tidak. Tapi itu
sangat indah bukan ? perkenalan kita lain dari yang lain. Perkenalan kita
berbeda. Perkenalan singkat namun selalu ku ingat. Bahkan saat ini, aku selalu
mengingatmu. Surat-surat ini ku jadikan sebagai media pengantar rindu.
Ahh rindu. Rindu semakin menjadi-jadi
terlebih saat hujan turun. Aku hanya menghabiskan secangkir kopi sendirian,
sembari menulis surat ini. Sesekali aku melihat fotomu, senyumanmu itu, yaa
Tuhan, lukisan karya-Mu sungguh begitu indah. Aku heran mengapa samapai saat ni
aku masih ingin menulis tentangmu Dwi. Aku pun heran mengapa aku selalu mengingatmu,
menunggu chat darimu. Dengan bantal dibawah dagu, aku menunggu notifikasi
pertanda pesanmu masuk namun sepertinya chat dariku tak membuatmu tertarik.
Dwi dengarkan aku, kau jangan pernah
menyerah oleh keadaan yang mungkin kadang kau merasa bahwa hidup tak pernah
adil. Percayalah, untuk tiap langkahmu, aku selalu mendoakan. Izinkan aku
selalu ada untukmu, apa pun keadaanmu. Saat kau terpuruk, jangan tutup semua
pintu. Bukalah untukku sedikit saja, untuk mendukung dan menyemangatimu. Aku
memang jauh dari sempurna, tetapi bukan berarti tidak bisa apa-apa. Jika aku
ada dan masih ada, maka aku pun ada untukmu. Dan aku akan berdoa untukmu, serta
aku pun berdoa untuk sesering-seringnya ada disampingmu, mendengarkan
keluh-kesahmu, menenangkan amarahmu, menghapus semua dukamu. Aku akan ada
untukmu Dwi. Percayalah, maka jangan kau membisu dan menutup pintu itu.
Dwi, kau juga jangan sedih di hari-hari
beratmu kapan pun itu, aku pastikan akan ada selalu bahu dan punggungku. Ku
pastikan kau selalu jadi pemiliknya, meski disaat kau pulih kelak bukan aku
yang kau pilih. Tapi seberat-beratnya menjadi diriku, lebih berat lagi jika itu
tanpamu. Tetaplah disampingku. Sadar atau tidak kau akan perasaan ini, kau
tetap diam-diam ku cintai. Aku akan selalu berdoa untuk kebahagiaanmu, dan
semoga aku adalah bagian dari bahagiamu.
Salam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar