Selamat Datang, Baca, Pahami dan Rasakan dari Sebuah Tulisan

Selamat Datang, Baca, Pahami, dan Renungkan Makna Indahnya Kenganan dari Sebuah Tulisan
Kenangan tidak mudah untuk dilupakan hanya hilang ingatan yang bisa mengobatinya. Sekecil apa pun kenangan akan tetap berada di pikiran.
Kado Terakhir Untukmu menceritakan semua peristiwa yang telah terjadi, dilewati dan dirasakan sebagai bentuk apresiasi pada sebuah kenangan.
Tulislah apa yang kita rasakan dan rasakan apa yang kita tulis.


Jumat, 25 Januari 2019

DWI (Rindu)


Yang paling lemah dari kalbu ku namai rindu. Yang paling kuat, sudah jelas itu pasti kamu.

Haii, Dwi, apa kabar ?
Setiap surat yang ku kirimkan kepadamu selalu aku bertanya kabarmu, sampai aku bosan sendiri menanyakan kabar sebagai basa-basi di awal surat.
Surat-suratku benar-benar tak pernah kau balas. Tak terasa ini sudah surat yang ke sembilan yang aku kirimkan kepadamu.
Dwi, aku terlalu demam rindu. Disetiap waktu, hembusan angin, ku namai itu dirimu, yang tak terlihat namun bisa menyejukan.  Meski sedikit pilu saat ku tau yang merindukanmu bukan hanya aku terlebih rinduku tak kau balas juga. Sederas hujan membasahi halaman rumahku setiap malam namun gagal memadamkan api rindu, seperti itulah aku mengingatmu, tak ada yang bisa mengalihkan ingatanku tentangmu.
Dwi, semalam aku bermimpi, mimpi dirimu Dwi. Akhirnya kita bisa bertemu juga malam itu walau hanya sekedar mimpi. Jelas terlihat kau tersenyum. Dengan senyuman tulusmu itu. Oh iya tentang senyuman, aku masih ingat senyumanmu yang membuatku jadi candu.
Dwi, kau masih tak membalas surat-suratku juga ? Hmmmm tak mengapa. Tenang saja, jangan khawatir, aku akan terus mengirimkan surat-surat ini kepadamu setidaknya bisa kau baca saat kau sedang dalam kesepian. Semoga senggang waktumu untuk membaca surat-suratku ini.
Dwi, ini masih aku yang menulis surat-surat ini. Aku yang kau kenal dulu meski hanya sesaat bahkan dalam perkenalan kita, kita tak pernah saling bicara. Menyapa pun tidak. Tapi itu sangat indah bukan ? perkenalan kita lain dari yang lain. Perkenalan kita berbeda. Perkenalan singkat namun selalu ku ingat. Bahkan saat ini, aku selalu mengingatmu. Surat-surat ini ku jadikan sebagai media pengantar rindu.
Ahh rindu. Rindu semakin menjadi-jadi terlebih saat hujan turun. Aku hanya menghabiskan secangkir kopi sendirian, sembari menulis surat ini. Sesekali aku melihat fotomu, senyumanmu itu, yaa Tuhan, lukisan karya-Mu sungguh begitu indah. Aku heran mengapa samapai saat ni aku masih ingin menulis tentangmu Dwi. Aku pun heran mengapa aku selalu mengingatmu, menunggu chat darimu. Dengan bantal dibawah dagu, aku menunggu notifikasi pertanda pesanmu masuk namun sepertinya chat dariku tak membuatmu tertarik.
Dwi dengarkan aku, kau jangan pernah menyerah oleh keadaan yang mungkin kadang kau merasa bahwa hidup tak pernah adil. Percayalah, untuk tiap langkahmu, aku selalu mendoakan. Izinkan aku selalu ada untukmu, apa pun keadaanmu. Saat kau terpuruk, jangan tutup semua pintu. Bukalah untukku sedikit saja, untuk mendukung dan menyemangatimu. Aku memang jauh dari sempurna, tetapi bukan berarti tidak bisa apa-apa. Jika aku ada dan masih ada, maka aku pun ada untukmu. Dan aku akan berdoa untukmu, serta aku pun berdoa untuk sesering-seringnya ada disampingmu, mendengarkan keluh-kesahmu, menenangkan amarahmu, menghapus semua dukamu. Aku akan ada untukmu Dwi. Percayalah, maka jangan kau membisu dan menutup pintu itu.
Dwi, kau juga jangan sedih di hari-hari beratmu kapan pun itu, aku pastikan akan ada selalu bahu dan punggungku. Ku pastikan kau selalu jadi pemiliknya, meski disaat kau pulih kelak bukan aku yang kau pilih. Tapi seberat-beratnya menjadi diriku, lebih berat lagi jika itu tanpamu. Tetaplah disampingku. Sadar atau tidak kau akan perasaan ini, kau tetap diam-diam ku cintai. Aku akan selalu berdoa untuk kebahagiaanmu, dan semoga aku adalah bagian dari bahagiamu.
Salam.


Selasa, 15 Januari 2019

DWI (Semoga...)


“Bila sudah senggang waktumu, tengoklah kotak pesanmu. Ada harap menanti dari rasa yang sulit ikhlas bila tak kau balas”

Dwi apa kabar ?
Sudah sering aku bertanya tentang kabarmu dihampir setiap surat yang aku kirimkan kepadamu. Namun, tak juga kau balas. Tak apa, mungkin itu karena kau sedang sibuk saja. Tak masalah. Bagiku pertanyaan kabar adalah bentuk dari perhatian kecil yang aku berikan kepadamu yang setelah itu ada doa yang selalu aku panjatkan untuk kebaikanmu. Doa terselip diantara menanti sapamu dan keheningan yang aku sendiri membiarkan diriku dingin.
Dingin ? persis seperti sikapmu ynag kau berikan kepadaku. Namun saat aku mengingatmu, ada kehangatan yang terpancar dari balik senyummu. Aduuuh ngomong-ngomong tentang senyummu, aku jadi rindu dengan senyumanmu itu. Entah sudah berapa pekan aku tak melihat senyummu itu lagi. Nanti jika kau ada waktu senggang, beri aku waktu untuk bertemu denganmu Dwi. Aku inggin melihat senyumu (lagi).
Bahagiakah kau disana Dwi ? jika kau bahagia ceritakanlah kebahagiaanmu. Namun jika kau tidak bahagia berikanlah kedukaan itu separuhnya untuk aku agar aku bisa menanggung dukamu bersama. Bukankah bahagia bisa tercipta dari kumpulan-kumpulan duka yang teramat dalam lalu dibangun bersama hingga hilang semua pilu yang ada ?. meski pun bahagia bukan sepenuhnya diciptakan. Bahagia memiliki ruang tersendiri, kita tinggal menemukannya saja dimana letaknya. Berbeda dengan cinta. Cinta yang sempurna bisa didik dan dipelajari bersama. Sama seperti aku padamu yang ingin bersama membuat cinta yang sempurna bersamamu aku ingin melewati bersama.
Aku sendiri tak tau, ini cinta atau hanya pengagum belaka. Apa pun itu, denganmu, aku ingin selalu. Tak peduli bagaimana pun kau Dwi.
Kadang aku heran dengan orang-orang yang menuntut sebuah perasaan. Katanya “Jika mencintai yaa harus ada pengakuan dari yang dicintainya”. Tuntutan macam apa yang seperti itu. Bagiku itu tidak penting. Dalam hal mencintai yang terpenting itu adalah output yang kita berikan kepada dia yang dicintai bukan malah menuntut inputnya. Kadang lucu juga hanya satu kata ‘Cinta’ namun memiliki persepsi yang berbeda-bedan di tiap-tiap jiwa.
Aku jadi ingat obrolan ketika aku bertemu dengan temanku Dwi. Saat itu aku lagi main di area kamus belum lama ini. Dia ngobrol masalah dengan pacarnya. Lalu dia malah bertanya “Kamu sekarang sama siapa ?” belum sempat aku jawab, dia malah bertanya lagi “Cerita yang di blog, yang namanya Dwi itu siapa ?”.
Lalu aku jawab dengan sejujurnya, maklum dia teman aku kuliah dari semester pertama sampai sekarang. Dia bertanya lagi dan terus bertanya mengenaimu Dwi. Sampai akhirnya aku jawab “Tidak penting bagaimana kau dimata dia, tidak penting bagaimana keadaanku dan perasaanku, yang terpenting buatku dia bahagia karena aku mencitainya maka aku akan mencoba membuat dia bahagia semampuku”.
“Kalau bahagianya bukan dengan kamu gimana ?”. Tanyanya.
“Tidak masalah. Mungkin bukan aku bahagia dia tapi setidaknya aku sudah mencoba membuatnya bahagia. Kalau pun itu terjadi, aku akan tetap berterima kasih kepada Tuhan”.
 “Kenapa ?”
“Terima kasih bahwa Tuhan sudah mengenalkan aku dengan sosok perempuan yang bernama Dwi. Terima kasih sudah memberikan waktu yang singkat untuk mencoba membuat dia bahagia. Dan ini yang paling penting, terima kasih karena dariya aku bisa melihat senyuman yang sangat tulus, yang hanya dimiliki oleh dia”.
“Aneh.” Jawabnya singkat.
Mungin beberapa orang juga akan menganggap diriku aneh, bahwa cara mencintai itu pakai logika. Aku sangat tidak setuju. Bagaimana mungkin orang yang sedang jatuh cinta akan memiliki logika. Orang yang jatuh cinta itu adalah orang yang sudah hilang akalnya, sudah tak memiliki logika. Dia hanya berpikiran “bagaimana caranya membuat orang yang dicintainya bisa bahagia” hanya itu dipikirannya. Masih bisa disebut manusia normalkah ? Tidak ! itu sudah tidak normal karena normal adalah kata lain dari tak bernyawa sedangkan orang yang sedang jatuh cinta selalu memiliki nyawa.
Aku jadi ingat, dulu aku melihat seorang laki-laki sedang menunggu pacarnya disebuah halte di Jakarta. Maklum saat itu cuaca sedang hujan maka dia berteduh sambil menunggunya. Dia menunggu dengan sabar, sesekali dia melihat jam yang menempel ditangannya. Cukup lama, keudian pacarnya datang. Lelaki itu setengah pakaian sudah basah akibat percikan air hujan yang jatuh ke jalan. Lalu lelaki itu tersenyum. Saat itu aku berpikir “kasihan lelaki itu lama sekali menunggu pacarnya  sampai bajunya basah kena hujan” tapi sekarang aku baru sadar. Ternyata rasa kasihan itu hanya dimiliki oleh yang melihat sedangkan dia yang menjalankannya merasa bahagia. Aku jadi merasa aneh kepada mereka yang berkata aneh pada diriku.
Aduh lupa Dwi, kok aku malah asik menceritakan diriku sendiri.
Disana sudah mulai musim hujan Dwi ?
Andai saja kau mengunjungi kampung halamanku untuk melakukan tugas kuliah saat musinm hujan, mungkin kau tak kesusahan untuk mencari air sekedar untuk mandi dan mencuci baju saja. Ah sudahlah lagian mana mungkin kau masih mau main ke kampung halamanku lagi.
Hampir setiap sore disini selalu turun hujan. Adikku yang paling kecil dia bernama Indy. Dia sangat senang bermain air hujan, sambil lari kesana kemari dia berlari dengan teman-temannya. Aku melihatnya dari balik jendela kamar. Kadang Indy memanggil-manggil agar aku keluar. Kadang juga Indy “Bertanya hujan itu apa ?”. Aku jawab “Hujan itu adalah tetesan air mata seorang perempuan yang bernama Dwi. Itu adalah kesedihan yang mendalam karena dipatahkan hatinya oleh orang yang dia cintai. Naah saat Indy hujan-hujanan sambil lari-lari berarti Indy sedang bersenang-senang diatas kesedihan Dwi”. Dan sekarang adikku tak pernah hujan-hujanan lagi, katanya dia tak tega kepada Dwi. Sungguh ini alasan yang paling absurd yang pernah aku berikan ke adiku agar berhenti bermain air hujan.
Dwi tak akan lama lagi aku akan mengabarimu bahwa aku ingin bertemu denganmu. Semoga kau mau dan waktu pun mengijinkannya.

Salam.