“Sedalam apa pun aku merenung, tak
pernah aku dapatkan jawaban mengapa aku menjatuhkan hatiku padamu”.
Dwi,
sepertinya aku terlalu ditikam rindu olehmu hingga aku lupa menceritakan
keadaanku saat kau pergi dari kampung halamanku. Entah aku lupa atau aku yang
terlalu asik membayangkanmu hingga aku tak sadar kau telah pergi jauh.
Saat
temanmu berpamitan denganku walau hanya via What’s
App karena saat itu aku sedang bekerja, aku hancur Dwi, konsentrasiku
hilang, pikiranku hanya terpikirkan engkau, hingga muncul pertanyaan “Bisakah aku bertemu denganmu lagi ? atau
ini terakhir aku bertemu denganmu ?”.
Akal
sehatku hilang. Aku tak bisa berpikir normal seperti biasanya. Aku khawatir
akan kehilangan penyejuk jiwa untuk kesekian kalinya. Aku paham betul bagaimana
rasanya kehilangan yang kini membuatku tak ingin kehilanganmu meski aku belum
memilikimu seutuhnya. Namun setidaknya, hadirmu memberikan alasan mengapa aku
bertahan hidup hingga saat ini.
Dwi,
kau tau ? saat temanmu berpamitan kepadaku, saat itu hari menjelang siang. Aku
tak berpikir panjang karena otakku tak karuan, aku bergegas untuk pulang dari
tempat kerja berharap aku bisa melihatmu, meliihat senyuman tulusmu. Namun,
sesampainya di rumah ternyata kau sudah pergi saja. Hanya jejak-jejakmu yang
kau tinggalkan di pelataran ingatan.
Aku
tak tau apa itu namanya; kehilangan seseorang yang bukan milikku, yang bahkan
belum pernah saling berucap sapa. Seperti dicabik-cabik nadiku saat aku tau kau
telah berlalu dari kampungku. Ada penyesalan karena aku tak bisa memanfaatkan
waktu selama kau disini. Namun apa daya, Tuhan maha pemilik rencana.
Selang
beberapa hari kemudian, temanmu yang berkacamata itu mengunggah timeline di media whats app yang
berisikan foto kalian bersama. Tanpa basa basi aku langsung screenshots video itu lalu ku lingkari
wajahmu sebagai pertanda kau sebagai objek yang akan aku tanyakan padanya.
“Mas kerudung merah itu
siapa namanya ?”. Aku pura-pura tak kenal dengan namamu.
“Oh itu Dwi, mas
namanya” Jawabnya “Kenapa mas suka ?” Lanjutnya.
Aku tak tau harus jawab
apa karena aku tak tau apa yang aku rasakan. Ini cinta atau hanya kekaguman
saja.
“Enggak mas cuma nanya
aja”. Jawabku.
Kerudung
merah yang kau pakai disertai senyuman tulus yang kau miliki itu sungguh
membuat mataku jadi kehilangan fokus. Semua terlihat hitam putih kecuali kau
yang berwarna. Terkesan berlebihan, namun tak apa, memang begitu adanya. Aku
hanya mengatakan apa yang sesungguhnya aku rasakan. Jika kau jadi aku Dwi,
tanpa aku ceritakan kau pasti akan paham apa yang sedang aku rasakan.
Jadi
sekarang kau sudah makan ? atau masih menunggu balasan pesan dari masalalumu
yang kini telah meninggalkan ? Sehebat itukan dia hingga tak bisa kau lupakan ?
Cobalah tengok ke arahku Dwi. Masih ada aku yang selalu menunggu senyumanmu
berharap akulah alasan yang bisa membuat kau tersenyum. Di dalam aku masih ada
aku maka masuklah lebih dalam lagi ke jiwaku agar kau paham siapa aku. Begitu
pun aku padamu Dwi.
Sudahlah
Dwi lupakan masalalumu itu, berproseslah denganku. Beri aku waktu agar kau bisa
berjalan disampingku. Agar kau nyaman denganku. Bukankah cinta itu bisa kita
didik ? seiring berjalannya waktu cinta pun akan hadir dengan sendirinya. Aku
bukan memaksa hanya saja aku tak ingin kau bersedih karena masalalumu itu.
Lihat aku. Aku yang
selalu menunggu balasan pesan What’s App
mu yang kau balas begitu lama padahal aku menunggu.
Dengan
bantal yang aku letakan di bawah dagu, aku menunggu balasan pesanmu. Tiap
notifikasi handphone berbunyi, aku langsung buka handphone. Namun ternyata,
hanya pesan dari grup bukan darimu. Kecewa ? tidak bagiku itu bukan kekecewaan,
mungkin disana kau sedang sibuk atau bisa jadi aku hanya angin lalu bagimu. Memang
tak penting isi pesan yang ku kirimkan padamu Dwi, namun seperti itulah aku
yang kadang memaknai hal yang tak penting ternyata bisa menjadi penting.
Dwi,
waktu dan jarak akan menyingkap rahasia perasaan, apakah rasa itu semakin besar
atau malah semakin memudar. Seperti aku padamu Dwi, aku tak akan pernah
keberatan jika harus menunggu balasan pesanmu, menunggu senyumanmu, menunggu
perasaan itu tumbuh di hatimu. Berapa pun waktu yang akan ku tempuh, aku akan
menunggu selama aku mencintaimu.
Dwi
meski kau jauh disana entah kenapa aku tak pernah selesai mendoakanmu,
mendoakan keselamatanmu, mendoakan kebahagiaanmu. Berharap bahagiamu adalah
aku. Aku ingin menjadi pemilik senyuman tulusmu itu.
Ah sudahlah kau jangan
galau cukup gelisah saja. Seperti aku yang selalu gelisah saat mengingatmu
karena aku selalu ingin tau keadaanmu disana.
Salam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar