Setiap
orang memiliki definisi sendiri tentang kebahagiaan. Bagi seorang anak kecil,
kebahagiaan itu ketika orang tuanya memberikan sebuah mainan baru untuknya.
Bagi orang tua, kebahagiaan itu ketika anaknya tumbuh dewasa dan sukses dalam
kehidupannya. Bagi sebuah keluara, kebahagiaan itu sangat sederhana yaitu
ketika bisa kumpul bersama dalam tangis maupun tawa. Begitu pula dalam sebuah
hubungan pacaran.
Sebuah hubungan pacaran berisi dua
insan yang “saling jatuh cinta” jika hanya satu yang memiliki cinta itu namanya
“sudah jatuh tapi tak dicinta”. Orang yang saling jatuh cinta atau disingkat
jadi pacaran pasti setiap ngobrol dengan pacarnya selalu hadir kalimat “aku
cinta kamu” yang dibalas dengan “aku juga cinta kamu” tapi itu biasanya 1-3
bulan pertama. Namun, di bulan ke-4
hadir kalimat baru (biasanya cewek yang bilang) “Kok kita gini-gini aja yaa”.
Di bulan ke 6 hadir lagi kalimat yang sederhana tamun bikin susah tidur, yaitu
“Aku jenuh”. Bulan ke-8 “Mending kita putus aja yaa”.
Tidak selamanya orang pacaran itu
pasti putus, contohnya temanku, dia pacaran dengan teman kuliahnya sejak dia
kuliah kemudian setelah lulus dia menikah dan hebatnya lagi dia sekarang sudah
memiliki buah hati hasil dari buah cintanya. Intinya dalam sebuah hubungan
pacaran itu cuma dua; 1) aku bahagia; 2) aku tidak bahagia.
Naah dalam pacaran juga definisi
bahagia itu berbeda-beda, ada yang mengartikan bahagia itu ketika berduaan
sambil gelap-gelapan, ada juga yang mengartikan bahagia itu kalau makan berdua
di tempat makan yang terkenal dan iklannya dimana-mana, ada juga yang
mengartikan bahagia itu ketika punya pacar yang berpangkat, ada juga yang
mengartikan bahagia itu ketika saling setia, saling jujur, saling terbuka, ada
juga yang mengartikan bahagia itu ketika pacaran selalu maunya jalan-jalan
terus, ada juga yang mengartikan bahagia itu ketika menulis “ada juga yang mengartikan”. Intinya
bahagia itu luas, tergantung dari apa yang kita inginkan dan ketika keinginan
itu tercapai itulah yang dinamakan bahagia, padahal apa yang kita inginkan
belum tentu jadi apa yang kita butuhkan.
Seperti yang aku rasakan saat ini.
Aku menulis pengalaman-pengalaman yang telah aku lewati mulai dari yang “gak banget, galau dan jatuh cinta
sendirian yang ku tulis menjadi cerpen tujuaannya yaitu untuk saling berbagi
pengalaman dan harapannya tokoh atau inspirasi yang ada dalam cerita bisa baca
bahwa aku sedang menulis tentang dia.
Beberapa hari yang lalu, orang yang
aku samarkan namanya menjadi Uli Damayanti sudah membaca cerpen yang aku tulis
tentu saja cerpen tentang dia dan perasaan yang aku punya. Ya aku pernah jatuh cinta kepadanya.
Semuanya memang aneh, aku belum
pernah ngobrol bareng dengan Uli, jangankan ngobrol bareng kumpul bareng pun
aku belum pernah. Aku juga tidak pernah smsan atau telpon-telponan dengan Uli,
jangankan untuk telpon atau sms, nomer hape-nya aja aku gak punya. Namun, aku
bisa jatuh cinta kepadanya. Mungkin itu yang dinamakan jatuh cinta pada
pandangan pertama atau mungin juga itu adalah jatuh cinta sendirian.
Aku kenal dengan dia karena kita
satu universitas dan aku akrab, maaf di ralat, sedikit akrab dengan Uli cuma
lewat facebook dan twitter itu pun kadang dia tidak
membalasnya.
Kalau belum tau Uli Damayanti baca
cerpen yang berjudul Catatan Pertama Tentang Uli Damayanti dan Catatan Terakhir
Tentang Uli Damayanti.
Kebali ke cerita.
Senin, 13 Oktober 2014 aku mengambil
keputusan yang sangat besar yang menyangkut hidup dan matiku, yaitu aku meng-inbox Uli. Niatnya sih pengen inbox-an
doang lagian biasanya gak pernah dibalas inbox dari aku tapi ternyata dia
membalasnya.
“Liiii...’ pesan dariku yang dikirim
melalui facebook.
“Iya ka” jawab Uli di ujung sana
yang dilanjutkan dengan bertanya masalah judul skripsi.
Aku bales pesannya. Sebelum pesannya
aku kirim, aku baca-baca terlebih dahulu lalu aku hapus lagi dan terus seperti
itu sampai akhirnya aku menemukan kalimat yang tepet.
“Li aku pernah bikin cerpen yang
terinspirasi dari Uli”
Dan terus berlanjut hingga akhirnya
dia membaca cerpen karangan aku yang terinspirasi dari dia.
Sekarang aku tau bahwa Uli Damayanti
sedang dipusingkan untuk memilih judul skripsi antara Bahasa atau Sastra. Kalau
aku, pasti ku pilih Uli aja tidak perlu pusing.
Malam pun berlanjut, aku masih tetap
gak menyangka bahwa aku telah memberi tahu dia tentang cerpen yang ku tulis itu
dan setelah sadar hati kecil berkata “bego
banget apa yang harus aku lakukan jika aku bertemu dia nanti, malu ? pasti lah”
Dalam perasaan yang tidak karuan
antara malu dan lega karena habis buang air, temanku iif dan Asep mengajaku
untuk kumpul-kumpul besok di kampus. wajarlah kita sudah lama tidak bertemu,
aku tau mereka kangen kepada orang yang gaul dan keren abis kayak aku ini. Lalu
aku putuskan besok ikut ke kampus.
Jreng jreng
Disinilah awal dari cenat-cenut
menuju jedar-jeder.
Ketika sampai di kampus ku pilih
untuk nongkrong di kantin langganan depan kampus. Kuperhatikan semuanya, banyak
yang berubah, dari jalanan yang menjadi makin gersang, mahasiswanya makin
tambah banyak yang membuat tempat duduk di kantin menjadi penuh dan sesak, dan
penjual kantin kini memiliki anak lagi yang baru berumur kurang dari satu
tahun.
“Assalammualaikum” Ucapku
“Waalaikumsalam” jawab si penjual
kantin “Wiiih S.Pd datang nih” lanjutnya
“Gimana kabarnya Teh ?” tanyaku
“Baik”
“Masih Inget saya gak ?”
“Iya ingetlah, kamu kan Derif yang
tiap hari makannya cuma Rokok doang”
“Hmmmmm” Gumamku
Satu hal yang aku tau ternyata aku
diingat karena aku jarang pernah makan di kantin cuma beli minum dan rokok
doang.
Gak ada angin, gak ada hujan
tiba-tiba adik tingkatku, Dwi muncul di balik gerbang kampus berwarna putih.
Aku sms Dwi “Wi, saya ada di kampus.
sini sih”
Dia pun datang. Kita ngobrol-ngobrol
mulai dari bertanya bagai mana kabarnya sampai bertanya ke bagai mana kabar Uli Damayanti.
Dwi adalah salah satu teman yang
paling akrab denganku, dia mau mendengarkan cerita aku dan yang pasti dia juga
temannya Uli.
“Uli berngkat Wi ?” tanyaku
“Berangkat tadi aku ketemu dia ada
di kelas kak”
“Aku udah ngasih tau dia kalau aku
pernah bikin cerpen tentang dia” ucapku
“Terus terus ?” tanya Dwi yang gak
tau antara bersemangat apa kepo
“Ya udah gitu aja”
“Yaaaahh”
“Yaa lagian aku mah cuma pengen dia
tau aja kalau aku pernah bikin cerpen tentang dia, kalau masalah pengen deket
mah gak masih jauh dari pikiran secara dia udah punya pacar takut nanti aku
malah merusak kebahagiaannya” tegasku.
Lalu Dwi nge-BBM Uli dan tidak lama
kemudian Uli keluar dari sarangnya.
“Itu kak Uli” ucap Dwi.
Ku lihat dia sedang berdiri di depan
kampus yang sedang berbicara jarak jauh dengan Dwi. Aku langsung lemas,
jantungku berdetak lebih cepat dari biasanya, keringat dingin langsung
becucuran dan hatiku berkata “Ya Allah”.
“Sini LI” kata Dwi.
Jantung berdetang makin lebih cepat
lagi
“Ka, kata Uli dianya buru-buru”
“Lagian siapa juga yang nyuruh dia
kesini, disinikan rame kalau sepi mah ayo-ayo aja.” Jawabku.
Kayaknya kalau Uli jadi menghampiri
Dwi dan Aku, bisa-bisa aku langsung kejang-kejang lalu dia duduk di dekatku
bisa-bisa aku langsung mati.
Tidak lama kemudian Dwi pun pergi
mencari dosen.
Menurutku bahagia untuk saat ini
adalah Uli bisa baca cerpen karanganku tentang dia, bagus atau tidaknya cerpen
itu gak masalah yang terpenting dia sudah membacanya dan dia akhirnnya tau
bahwa aku pernah jatuh cinta
kepadanya.
Mungkin bagi dia biasa saja ketika
dia tau aku pernah membuat cerpen tentangnya. Namun, setidaknya kini dia tau.
Ini masih dalam dunia Uli Damayanti.
Dunia yang aku sendiri tidak tau akan penghuninya, akan keindahannya atau akan
kekurangannya. Dalam dunia itu aku hanya bisa melihat lewat teropong dari jarak
jauh, ingin ku langkahkan kaki untuk
lebih dekati namun saat ku langkahkan kaki, saat
itu pula aku disadarkan bahwa aku tak mungkin menginjakan kakiku di dunia Uli
Damayanti.
Satu hal yang aku tahu, Gunung itu
indah jika dilihat dari jarak jauh tapi jika didekati jalannya terjal dan
berliku. Mungkin aku akan melihat dia dari jarak jauh, hanya melihat.
Bagiku sederhana, bisa melihat dia
tersenyum saja sudah cukup.
Itulah kebahagian, kebahagiaan
menurut definisiku.
Facebook : eriefgilaraquino@rocketmail.com
Karya Derif Rys Gumilar
Follow Twitter @Gumilar_Facebook : eriefgilaraquino@rocketmail.com